BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah
makhluk sosial yang kesehariannya selalu membutuhkan orang lain. Sudah wajar
itu karna Allah menciptakan manusia ini agar berpasang-pasangan serta saling
tolong menolong, dalam kehidupan sehari-hari kita pasti kita selalu melakukan
intraksi sosial dengan orang lain beik itu berupa kebutuhan atau hanya sekedar
menyenangkan diri semata.
Islam tentunya
membahas masalah hubungan manusia dengan manusia, yang kerapa disebut dengan
istilah muamalah. Muamalah inilah yang membahas hubungan manusia dengan sesama
manusianya. Itulah agama islam tidak hanya mengatur hubungan tuahan dengan
hambanya namun urusan hamba dengan hambanya pun sama-sama di bahas. Pembahsan
muamalah ini sangat menarik di bahas itu semua karna mungkin permasalahannya
adalah yang kita alami sehari-hari.
Oleh karnanya
manusia seharusnya lebih menelaah terkait masalah muamalah, agar tidak salah
dalam melakukan interaksi-intraksinya dalam kehidupannya. Yang nantinya dapat
menyalahi aturan-aturan yang menyalahi aturan islam. Oleh karenanya kami akan
membahas slah satu intraksi manusia yang sering sekali dilakukan yaitu akad
wakalah. Sering sekali manusia melakukan akad ini yang kadang tidak tau metode dan
hukmya. Dalam makalah ini kami membahs tentang akad ini secara kongkrit.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian akad Wakalah?
2.
Bagaimana hukum akad Wakalah?
3.
apa saja landasan akad Wakalah?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah
ini ditulis sebagai bentuk sumbangsih pengetahuan terhadap masyarakat, serta
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Akad Wakalah
Wakalah secara
etimologis, berarti pelimpahan atau penyerahan. Namun secara terminology wakalah
adalah pelimpahan seseorang kepada orang lain atas urusan yang boleh ia
lakukan sendiri dan boleh diambil alih orang lain (niyabah) agar dilakukan
ketika ia masih hidup.[1]
Yang dimaksud dengan urusan “urusan yang boleh diambil alih orang
lain” adalah, boleh dalam tinjauan syar’i, yakni urusan yang bukan ibadah badaniyah
mahdhah. Sedangkan qayid “agar dilakukan ketika masih hidup “, mengecualikan
isha’. Yakni pelimpahan urusan kepada orang lain untuk direalisasikan
pasca kematian.[2]
B.
Dalil Yang Mendasari Akad Wakalah
Dalil
al-Qur’an hadits dan ijma’, yang mendasari akad wakalah.
1. Dalil dari al-Qur’an
وَإنْ خِفْتُم شِقَاقَ بَيْنَهُمَا فَابْعَثُواْ
حَكَماً مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَماً مِنْ أَهْلِهَا (النساء :35)
Artinya: Dan jika kamu kawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan.[3]
فَأبْعَثُوا أحَدَكُمْ بِوَرِقِكُم هَذِهِ
إِلىَ الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَاماً فَلْيَأتِكُمْ بِرِزْقٍ
مِنْهُ" "الكهف:19"
Artinya: Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke
kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan
yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu,[4]
2.
Dalil dari Hadits
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم وكّل عمرو بن أُمية الضمري رضى الله عنه في قبول
نكاح أم حبيبة رملة بنت أبي سفيان رضى الله عنهما. (رواه البيهقي)
Artinya:
sesungguhnya Rasulallah Saw. Mewakilkan kepada amir bin umayyah Adl-Dlamri ra.
Dalam menerima nikahnya Ummu Habibah, Ramlah binti Abi Sufyan ra. (HR. Albaihaqi).[5]
3. Dalil dari Ijma’
Ulama membolehkan wakalah karena wakalah
dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan taqwa yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam surat
Al-Maaidah ayat 2 :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى
الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (المائدة: 2)
Artinya: “Dan
tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu
tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih”.[6]
C.
Makna Mufradat
المفردة اية
الاولى :
Arti Mufradat
|
Teks
|
Dan
jika kamu kawatir
|
وإن خِفْتُم[7]
|
Perselisihan/pertengkaran
|
شِقاقَ[8]
|
Di antara
suami dan istri
|
بينهما[9]
|
maka
kirimlah
|
فابعثوا[10]
|
seorang
hakam/hakim
|
حَكَماً
|
dari
keluarga laki-laki
|
من أهله[11]
|
seorang
hakam/hakim
|
وحَكَماً
|
dari
keluarga perempuan
|
من أهلها
|
المفردة اية الثانية :
Arti Mufradat
|
Teks
|
Utuslah
|
فأبعثوا
|
Seseorang
|
أحَدَكُم
|
Uang
|
بِوَرِقِكُم[12]
|
Ini
|
هذه[13]
|
Ke kota
|
إلى المدينة
|
Maka Hendak
Lihatlah
|
فلينظر[14]
|
Wahai
|
أيُّها[15]
|
Lebih Baik
|
أزكى[16]
|
Makanan
|
[17] طعاماً
|
Maka
Hendaklah Membawa/Mendatangkan
|
فليأتِكُمْ
|
Dengan Rizki
|
برزقٍ
|
Dari Makanan
|
منه
|
المفردة اية الثالثة :
Arti Mufradat
|
Teks
|
Dan tolong menolonglah kamu
|
وَتَعَاوَنُوا[18]
|
Atas
|
عَلَى[19]
|
Kebaikan
|
الْبِرِّ
|
dan
taqwa
|
وَالتَّقْوَى[20]
|
dan janganlah
|
وَلا
|
kamu
tolong menolong
|
تَعَاوَنُوا
|
Atas
|
عَلَى
|
Dosa
|
[21] الإثْمِ
|
Dan permusuhan
|
وَالْعُدْوَانِ
|
dan bertaqwalah
|
وَاتَّقُوا
|
kepada
Allah
|
اللَّهَ
|
Sesungguhnya
|
[22] إِنَّ
|
Allah
|
اللَّهَ
|
sangat
pedih
|
شَدِيدُ
|
Siksa.
|
الْعِقَاب[23]
|
D.
Munasabah ayat
Ayat ini turun sebagai teguran terhadap Rasulullah Saw. Beliau dilarang
memutus suatu perkara sebelum ayat Alquran diturunkan, sebagaimana yang beliau
lakukan memeberi hukum qishas terhadap suami atas gugatan istri tersebut. (H.R
ibnu Jarir).[24]
Ayat diatas
merupakan ayat yang menjelaskan bentuk dari pada praktek perwakilan kepada
orang lain, meskipun salah satu dari ayat diatas tidak lah langsung masuk pada persoalan
muamalah.
Ayat tersebut sebagai landasan dari pada akad wakalah,
dimana akad wakalah ini berlangsung sebagai bentuk dari sosial kehidupan
manusia, karena manusia tidak akan bisa memnuhi kabutuhannya kalau tanpa
intraksi sosial dengan orang lain. Selain
itu juga sebagi kemaslahatan masyarakat agar dalam kehidupannya selalu saling
tolong menolong satu sama lain. Juga tidak hanya mnegandung akad wakalah saja
namun ayat ini umum pada setiap hal yang bisa di alihkan pada orang lain
(niyabah).[25]
E.
Asbab Al-Nuzul
perlu diperhatikan bahwa tidak semua ayat dalam al-Qur’an
mempunyai asbabun nuzul seperti contoh asbabun nuzul di atas,
karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan berbarengan dengan adanya suatu
peristiwa atau karena adanya suatu pertanyaan. Di sinilah pentingnya
klasifikasi asbabun nuzul mikro dan makro.
Berdasarkan paparan di atas, tampak bahwa sebagian di antara
ayat-ayat al-Qur’an ada yang turun dengan didahului oleh satu peristiwa/satu
pertanyaan tertentu, tetapi tidak sedikit juga di antara ayat-ayat al-Qur’an
yang turunnya sama sekali tidak didahului oleh adanya peristiwa/pertanyaan
khusus, misalnya ayat-ayat yang bercerita tentang umat-umat dan kejadian masa
lalu, cerita tentang hal-hal gaib yang akan terjadi, dan gambaran mengenai
keadaan hari Kiamat. Dari sini kemudian dapat diklasifikasi asbabun nuzul ke
dalam dua klasifikasi, yaitu; mikro (asbab an-nuzul al-khashshah) dan
makro (asbab an-nuzul al-‘ammah).[26]
Adapun asbabu al-nuzul
ayat-ayat yang sudah di sebutkan sebagai mana dijelaskan berikut:
1.
Asbabun nuzul ayat pertama
Pada suatu waktu datanglah seorang wanita menghadap
Rasulullah Saw untuk mengadukan suatu masalah, yaitu ia ditampar mukanya oleh
sang suami. Kemudian Rasulullah Saw bersabda “Suamimu itu harus diqishas
(dibalas)”. Sehubungan dengan sabda Rasulullah saw itu Allah Swt menurunkan
ayat ke 34-35 yang dengan tegas memberikan ketentuan, bahwa bagi orang
laki-laki ada hak untuk mendidik istrinya yang melakukan penyelewengan terhadap
haknya selaku istri. Setelah mendengar keterangan ayat ini wanita itu pulang
dengan tidak menuntut qishas kepada suaminya yang telah menampar mukanya.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu waktu datanglah
seorang wanita yang mengadukan masalahnya kepada Rasulullah saw. Ia bercerita
bahwa mukanya ditampar oleh suaminya, yang suaminya tersebut adalah salah
seorang sahabat anshar. Maksud kedatangan wanita tersebut adalah untuk menuntut
balas terhadap perbuatan suaminya itu. Pada saat itu Rasulullah mengabulkan
permohonannya, sebab belum ada ketegasan hukum dari Allah Swt. Sehubungan
peristiwa tersebut Allah Swt menurunkan ayat ke 34 dan 35 sebagai ketegasan
tentang hak kewajiban suami untuk mendidik istrinya yang membangkang. Selain
itu turun juga ayat ke-114 dari surat thaha yang artinya:
“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan
janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku
ilmu pengetahuan.".[27]
2. Asbabun nuzul ayat ketiga
Ibnu Jabir meriwayatkan dari
Ikrimah, dia berkata: “Al-Hutham bin Hinduwal Bakri datang ke Madinah dengan
beberapa untanya yang membawa bahan makan untuk dijual. Kemudian dia mendatangi
Rasullah, dan menawarkan barang dagangannya, setelah itu dia masuk islam.
Ketika dia keluar dari tempat Rasulullah, beliau bersabda kepada orang-orang
yang ada didekat beliau,‘dia datang kepadaku dengan wajah orang yang jahat.
Lalu dia pergi dengan punggung seorang pengkhianat.’ Ketika Al-Hatham
sampai ke Yamamah, dia keluar dari islam (murtad). Ketika bulan Dzul Hijjah,
dia pergi ke Mekkah dengan rombingan untanya yang membawa bahan makanan. Ketika
orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar mendengar berita kepergian
Al-Hatham ke Mekkah, mereka pun bersiap-siap untuk menyerang kafilah untanya. Maka
Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
melanggar syiar-syiar kesucian Allah..’Akhirnya, mereka tidak jadi
melakukan hal itu.”
Ibnu Jabir juga meriwayatkan dari
As-Suddi hadist yang serupa denggannya.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Zaid bin Aslam, dia berkata, “Rasulullah dan para sahabat berada di Hudaibiyah
ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka pergi ke Baitullah. Hal itu
membuat marah para sahabat. Ketika dalam keadaan demikian, beberapa orang
musyrik dari daerah timur melintasi mereka menuju Baitullah untuk melakukan
umrah. Para sahabat berkata, ‘kita halangi mereka agar tidak pergi ke
Baitullah, sebagaimana mereka menghalangi kita.
Lalu Allah menurunkan ayat-Nya: “..janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)..”[28]
F.
Tafsir Al-Ayat
Mengenai
ayat di atas banyak tafsiran dari para ulama mufassir,
1.
Penafsiran ayat pertama
Ayat pertama ini menjelaskan seorang suami dan istri mengalami pertengkarang atau (siqaq),
maka persoalan ini di angkat ke hakim untuk di perdamaikan, satu hakim
dari seorang istri dan satu hakim dari arah suami. Namun jika memang
sepasang suami istri ini tidak bisa untuk di perdamaikan maka hakim mengambil
keputusan untuk memisah pasangan ini (furqah) baik dengan jalan telak
atau semacamnya.[29]
dimana dalam kasus yang terjadi status dari dua hakim adalah sebagai wakil.[30]
Para mufassir yang lain pun tidak jauh berbeda memahami ayat ini seperti
yang di katakana jalaluddin, “.Dan jika kamu khawatir timbulnya persengketaan di antara keduanya)
maksudnya di antara suami dengan istri terjadi pertengkaran (maka utuslah)
kepada mereka atas kerelaan kedua belah pihak (seorang penengah) yakni seorang
laki-laki yang adil (dari keluarga laki-laki) atau kaum kerabatnya (dan seorang
penengah dari keluarga wanita) yang masing-masingnya mewakili pihak suami
tentang putusannya untuk menjatuhkan talak atau menerima khuluk/tebusan dari
pihak istri dalam putusannya untuk menyetujui khuluk. Kedua mereka akan
berusaha sungguh-sungguh dan menyuruh pihak yang aniaya supaya sadar dan
kembali, atau kalau dianggap perlu buat memisahkan antara suami istri itu.
Firman-Nya: (jika mereka berdua bermaksud) maksudnya kedua penengah itu
(mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada mereka) artinya
suami istri sehingga ditakdirkan-Nyalah mana-mana yang sesuai untuk keduanya,
apakah perbaikan ataukah perceraian. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui)
segala sesuatu (lagi Maha Mengenali) yang batin seperti halnya yang lahir”[31]
Dari kasus tersebut tenyata, ayat ini tidaklah sesempit itu untuk di pahami. ayat ini tidaklah khusus
pada permasalahan munakahah.
Menurut Dr. Musthafa khan dan Dr. Musthafa al-bagha, ayat ini tidaklah fokus
dalam masalah perkawinan bahkan ayat ini digunakan juga sebagai dalil dari akad
wakalah.[32]
Jelasnya ayat ini sudah ada ketegasan dari ulama sebagai dalil dari akad
wakalah
2.
Penafsiran ayat kedua
فأبعثوا أحَدَكُم بِوَرِقِكُم, maka susruhlah salah seseorang diantara kita pergi ke kota dengan
membawa uang perak kita ini.(al-kahfi.19), yakni kota yang telah kalian tinggalkan. Demikian itu
karena saat mereka pergi membawa sejumlah uang dirham perak dari rumahnya masing-masing
untuk bekal keperluan mereka. Ditengah jalan mereka menyedekahkan sebagiannya,
dan sisanya mereka bawa. Karena itulah disebut oleh firman-Nya:
فأبعثوا أحَدَكُم بِوَرِقِكُم هذه إلى المدينة maka suruhlah salah seorang diantara kalian pergi kekota dengan
membawa uang perak kalian ini. (al-kahfi: 19), yakni kota yang telah kalian tinggalkan. Alif
dan lam dalam lafad Al-madinah menunjukkan makna ‘Ahd, yakni
sudah di ketahui oleh lawan bicara, yaitu yaitu kota bekas tempat tinggal
mereka.
فلينظر أيُّها أزكى طعاماً dan hendaklah dia lihat makanan-makanan yang
baik.(al-kahfi: 19), azka
ta’aman, maknan yang besih. Makna yang dimaksud ialah yang halal lagi baik.[33]
Dalam tafsir jelalin mengenai ayat ini seperti
demikian, “(Berkatalah
seorang di antara mereka, "Sudah berapa lamakah kalian tinggal di
sini?" Mereka menjawab, "Kita berada di sini sehari atau setengah
hari)" sebab mereka memasuki gua ketika matahari mulai terbit, dan mereka
bangun sewaktu matahari terbenam, maka oleh karena itu mereka menduga bahwa
saat itu adalah terbenamnya matahari, kemudian (berkata sebagian yang lainnya
lagi) seraya menyerahkan pengetahuan hal tersebut kepada Allah (Rabb kalian
lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada di sini, maka suruhlah salah
seorang di antara kalian dengan membawa uang perak kalian ini) lafal Wariqikum
dapat pula dibaca Warqikum, artinya uang perak kalian ini (pergi ke kota)
menurut suatu pendapat dikatakan bahwa kota tersebut yang sekarang dinamakan
Tharasus (dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik) artinya,
manakah makanan di kota yang paling halal (maka hendaklah dia membawa makanan
itu untuk kalian, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah
sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seseorang pun).”[34]
dari tafsiran di atas mufassir yang lain pun menyimpulkan mengenai
ayat ini, bahwa kandungan dalam ayat ini mendasari dalil dari akad Wakalah.
Bahkan juga dari ayat ini mempunyai kandungan dasar dari dalil akad Sirkah[35].
ada tujuh pendapat mengenai penelaahan teks ayat ini:
a.
Mengenai lafad, بِوَرِقِكُمْ Abu Umar dan Abu Bakr membaca dengan Ra’ yang di baca sukun,
serta membuang harkat kasrah karena beratnya yang memang dalam teks ini
ada dua lughah, menurut al-zhujaj di baca dengan kasrahnya Wau dan
sukunnya Ra’. Untuk lafad
Al-Madinah ini adalah kota AFSUS dan nama ini adalah sebutan dari
orang-orang Jahiliyah dan setelah islam datang kota ini dikenal dengan nama THARSUS
b.
Firman Allah فَلْيَنْظُرْ
أَيُّهَا أَزْكَى طَعَاماً Ibn Abbas mengatakan, penduduk kota itu pada masa dulu meletakkan
persembahan sembelihan untuk di
persembahkan atas patung-patungnya dan kaum ini merupakan kau yang lemah
imannya.
c.
Dari lafad وَرِقُ ini sudah
menjadi dalil akad wakalah serta sahnya akad wakalah seperti halnya yang
dilakukan Ali bin Abi Thalib. Akad wakalh ini memang sudah masru’ dikalangan
orang-orang Jahiliyah dan orang Muslim dari dulu.
d.
Akad waklah merupakan akad yang bisa di gantikan pada orang lain (Niyabah)
akad ini di laksanakan dalam rangka kebutuhan manusia dan untuk menegakkan
kemakmuran manusia. Karna pada dasarnya manusia tidak mungkin menyelesaikan
kepentingannya sendiri, tanpa bantuan orang lain karna memang manusia adalah
makhluk sosial yang membbutuhkan satu sama lain.
e.
Akad wakalah hukumnya boleh terhadap setiap hak yang bisa
digantikan, jadi semisal seornag penggosop mewakilkan maka tidak boleh karna
perkara yang haram tidak boleh di alihkan pada orang lain
f.
Akad wakalah ini di dasarkan pada kepercayaan (Tsiqah)
g.
Ayat ini selain mengandung akad wakalah ternyata dari
adanya bahasa (Waraqa) yang sifatnya umum itu menunjukkan bolehnya akad Sirkah
dan pencampuran harta, walau salah satunya lebih domminan.[36]
Ayat 19: Ayat ini bercerita tentang
bangunnya mereka setelah tidur yang berkepanjangan. Tidur Ashabul Kahfi
sedemikian panjang sehingga berdasarkan tahun Syamsiah berlangsung selama tiga
ratus tahun lamanya dan apabila menggunakan perhitungan tahun Qamariah maka
lama mereka terlelap tidur adalah tiga ratus sembilan tahun di goa itu. Karena
itu, tidur mereka mirip kematian dan bangunnya mereka seperti hari kebangkitan.
Pada ayat ini, al-Quran menyatakan, “Demikianlah Kami bangunkan
mereka.” Artinya sebagaimana Kami mampu membuat mereka tertidur
selelap dan senyenyak ini selama ratusan tahun kami juga mampu membangunkan
mereka. “Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. Salah seorang di antara mereka berkatalah, “Sudah berapa
lamakah kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari
atau setengah hari.” (Karena mereka tidak mampu menentukan masa tidur mereka),
mereka berkata, “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di
sini).”
Setelah bangun dan saling bertanya
seperti ini, mereka merasa sangat lapar dan ingin makan. Karena perbekalan
mereka telah habis, mereka mengusulkan salah saeorang dari mereka untuk pergi
ke kota membeli makanan dengan sisa uang perak yang dimiliki dan melihat
makanan makanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan kita selama di sini. “Sekarang
suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik. Lalu dia membawa
makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.”[37]
3.
Penafsiran Ayat Ketiga
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, ayat ini memberikan perintah untuk saling tolong
menolong dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa merupaka perintah bagii seluruh
manusia. Yakni, hendaknya menolong sebagian yang lain dan berusaha untuk
mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan mengaplikasikannya. Selanjutnya
dikatakan bahwa kebajikan dan taqwa adalah dua lafadz yang mengandung makna
yang sama. Allah mengulangi makna ini dengan lafadz yang berbeda guna
memberikan penegasan dan penekanan. Sebab setiap kebajikan adalan ketaqwaan dan
setiap taqwa adalah kebajikan.
Kemudian Allah mengeluarkan larangan, dimana Allah
berfirman وَلَا تَعَاوَنُوا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran, merupakan ketetapan yang diperuntukkan bagi
dosa dan ‘udwan, yaitu mendzolimi manusia. Setelah itu Allah memerintahkan agar
bertaqwa dan mengeluarkan ancaman secara global, Allah berfirman: إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Allah memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan
ketaqwaan, dan melarang untuk tolong menolong dalam pebuatan dosa dan
permusuhan. Kemudian ayat ini ditutup dengan ancaman dan janji kepada hamba-Nya
yang tidak melaksanakan perintah-Nya.[38]
G.
Kandungan Hukum
pada dasarnya
akad Wakalah boleh dan di anjurkan. Akad Wakalah ini hukumnya
terkadang kondisional, terkadang hukumnya sunnah jika menolong dalam hal hal
yang sunah, dan terkadang berhukum makruh jika digunakan dalam hal yang makruh
dan terkadang hukum haram jika memang di gunakan dalam hal-hal yang haram,
bahkan bisa wajib hukumnya.[39]
Struktur akad Wakalah
terdiri dari empat rukun. Yakni muwakkil, wakil, muwakkal fih, dan
shighah.
1. Muwakkil
Muwakkil adalah
pihak yang melimpahkan urusan kepada orang lain untuk melakukannya sebagai
pengganti dirinya.[40] Secara
Syarat muwakkil adalah orang yang sah melakukan sendiri urusan yang ia
limpahkan kepada orang lain, baik karena factor kepemilikan (milk),
seperti mewakilkan kepada orang lain untuk menjualkan barang milik sendiri,
atau karena factor otoritas (wilayah), seperti mewakilkan kepada orang
lain untuk menjualkan barang milik anak kecil, orang gila, mahjur alaih,yang
berada dibawah otoritasnya (mawli).
Syarat ini hanya bersifat umum (aghlabiyah), sehingga tidak
menafikan kasus orang yang tidak sah melakukan sendiri urusannya, namun tetap
sah melimpahkannya kepada orang lain, seperti orang buta, tidak sah melakukan
transaksi jual beli, namun tetap sah mewakilkan kepada orang lain karena
darurat. Dan juga tidak menafikan kasus orang yang sah melakukan sendiri
urusannya, namun tidak sah mewakilakan kepada orang lain, seperti orang yang
sedang mengambil haknya (dhafir), boleh menjebol pintu untuk mengambil
haknya, namun tidak boleh ia wakilkan kepada orang lain.[41]
Dari syarat muwakkil secara umum di atas akan mengecualikan
bebrapa kasus:
a.
Anak kecil, orang gila, orang safih yang dibekukan
tasarufnya, tidak sah mewakilakn tasaruf harta kepada orang lain, sebab tasaruf
tersebut tidak sah dilakukan oleh diri mereka sendiri.
b.
Ayah yang fasiq tidak sah mewakilkan pernikahan anak perempuannya
kepada orang lain, sebab wali yang fasiq tidak sah menikahkan anak
perempuannya.
c.
Orang yang sedang ihram haji atau umrah, tidak sah mewakilkan akad
nikahnya kepada orang lain, sebab seorang muhrim dilarang melakukan akad
nikah.
d.
Orang perempuan tidak sah mewakilkan akad nikahnya kepada orang
lain, sebab ia tidak sah melakukan akad nikah sendiri tanpa wali.[42]
2. Wakil
Wakil adalah
orang yang mengganti atau mengambil alih urusan orang lain atas izin
perwakilan.[43]
, secara umum, syrat wakil adalah orang yang sah melakukan urusan yang
dilimpahkan, atas nama dirinya sendiri. Orang yang tidak sah melakukan sebuah
urusan atas nama dirnya sendiri, maka tidak sah melakukannya atas nama orang
lain. Sebab, keabsahan melakukan urusan atas
nama diri sendiri bersifat tindakan tangan pertama (ashalah) yang lebih
kuat dibanding keabsahan melakukannya atas nama orang lain yang bersifat
tindakan tangan kedua atau asisten (niyabah). Sehingga keabsahan
melakukan urusan atas nama diri sendiri, menentukan bagi keabsahan melakukannya
atas nama orang lain.[44]
3. Muwakkal fih
adalah urusan yang dilimpahkan oleh muwakkil agar dilakukan
oleh wakil sebagai penggantinya.[45]
Syarat muwakkal faih ialah:
·
Urusan yang sudah menjadi hak (tsubut) dan sah dilakukan
oleh muwakkil sendiri.
·
Urusan yang diketahui (ma’lum) meskipun tidak secara detail.
·
Urusan yang sah dilimpahkan kepada orang lain untuk
menggantikannya, yakni urusan yang bukan berupa iabadah, atau ibadah yang bukan
badaniyah mahdlah selain yang dikeculaikan.[46]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan
di atas maka dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
wakalah adalah
pelimpahan seseorang kepada orang lain atas urusan yang boleh ia lakukan
sendiri dan boleh diambil alih orang lain (niyabah) agar dilakukan
ketika ia masih hidup
2.
pada dasarnya akad Wakalah boleh dan di anjurkan. Akad Wakalah
ini hukumnya terkadang kondisional, terkadang hukumnya sunnah jika menolong
dalam hal hal yang sunah, dan terkadang berhukum makruh jika digunakan dalam
hal yang makruh dan terkadang hukum haram jika memang di gunakan dalam hal-hal
yang haram, bahkan bisa wajib hukumnya.
3.
Yang mendasari akad wakalah ni adalah dalil dari al-Qur’an, hadits dan ijma’nya para ulama.
B.
Saran
Dengan
selesainya makalah ini maka kami berpesan pada semua pembaca
1.
Supaya lebih lebih menela’ah tentang muamalah
karena itu semua demi terhindarnya kesalahan dari aturan agama Islam
2.
Amalkanlah sebisa mungkin apa yang sudah diperoleh dari makalah ini
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Kurasy, Ibn
Kshir.Tafsir ibnu kasir,Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani.
Al-Qurtubi, Syamsuddin. Tafsir al-qurtubi, vol, 10, Maktabah
Syamile, Isdar Al-Tsani.
http://lispedia.blogspot.com/2010/12/fiqh-muamalah-wadiah-wakalah-kafalah.html
Ibrahim
al-syirasi, Abi ishaq. ,Al-muhaddab fi fiqh al-imam syafi’I li imam abi
ishaq Ibrahim al-syirasi, vol 3, Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani.
Jalaluddin
Muhammad Bin Ahmad Al-Mahalli Dan Jalaluddi Abdur Rohman Bin Abi Bakr
Al-Syuyuti , Tafsir jelalin, Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani.
Mahali, A. Mudjab. asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an, Cet 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Muhammad Bin
Umar Al-Bujairami, Sulaiman Bin. Al-Bujairimi Ala Al-Khatib , vol 3,
Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani.
Muhammad Sohib Thohir & Ahsan
Siha’ Muhammad, Mushap Al-Wardah, Al-Qur’an Tarjemah Dan Tafsir Untuk Wanita,
Bandung: Jabal Raudatu Al-Jannah, 2010.
Mustafa Al-Zuhaili, Wahbah Bin . Tafsir Munir, Vol, 15,
Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani.
Musthafa khan
& Musthafa al-bagha, Fiqh Al-Manhaji, vol 3, Maktabah Syamile, Isdar
Al-Tsani..
Nasib
Al-Rafi’i, Muhammad. Taisir Al-Ali
Al-Khadir Li’ihtishar Tafsir Ibn Khasir, vol 1, Maktabah Syamile, Isdar
Al-Tsani.
Nawawi, Al-Majmuk
Sarh Al-Muhaddab, vol 14, Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani.
Tim Laskar
Pelangi, Metodologi Fiqh Muamalah,
Kediri: Lirboyo Press, 2013.
Umar
Al-Bujairami, Sulaiman Bin Muhammad Bin. Al-Bujairami Ala Al-Khatib, vol
3, Maktabah Syamila, Isdar Al-Tsani.
Zainal Abiding
Munawwir & Ali Ma’sum, Kamus Al Munawwir, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997.
[1] Sulaiman
Bin Muhammad Bin Umar Al-Bujairami, Al-Bujairami Ala Al-Khatib, vol 3,
(Maktabah Syamila, Isdar Al-Tsani), Hlm. 456.
[3] Muhammad Sohib Thohir & Ahsan Siha’ Muhammad, Mushap
Al-Wardah, Al-Qur’an Tarjemah Dan Tafsir Untuk Wanita, (Bandung: Jabal
Raudatu Al-Jannah, 2010), Hlm. 84.
[4]
Ibid. 295.
[6] http://lispedia.blogspot.com/2010/12/fiqh-muamalah-wadiah-wakalah-kafalah.html
(di akses tanggal 8 mare 2016).
[7]
kata hiftum bersala dari kata khafa, dan in dalam lafad
itu adalah in syartiyah
[8]
Berasal dari kata saqqa
[9] Ini
adalah kata daraf yang bersambung dengan domir tasniyah
[11]
Asal dari kata aslu, sedangkan huruf min nya adalah huruf jer yang memerintah terhadap bacaan kasrah
[12]
Asal kata dari waraqa yang bersambung dengan domir Muttasil Muhattab
[13]
Kata isyarat
[14]
Asal kata dari Nadhara, dengan bentuk sighat amr karena dimasuki lam
amr
[22] Kata yang berfaedah menguatkan (ta’kit)
[24] A. Mudjab Mahali, asbabun
Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an, Cet 1, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2002), hlm. 223-224.
[26] https://tafsirquran21.wordpress.com/ulumul-quran/asbab-an-nuzul/.
(di akses tanggal 13 maret 2016).
[27] http://hqosim.blogspot.co.id/2014/12/tafsir-alquran-surah-nisa-ayat.html.
(di akses tanggal 13 maret 2016).
[28] http://chairamj.blogspot.co.id/2014/12/kajian-surat-al-maidah-ayat-1-dan-2.html. (
diakses tanggal 13 maret 2016).
[29] Ibn Kshir Al-Kurasy,Tafsir ibnu kasir,(Maktabah Syamile,
Isdar Al-Tsani), hlm. 610. lihat juga. Muhammad Nasib Al-Rafi’i,
Taisir Al-Ali Al-Khadir Li’ihtishar Tafsir Ibn Khasir, vol 1, (Maktabah
Syamile, Isdar Al-Tsani), hlm. 486.
[30] Abi
ishaq Ibrahim al-syirasi,,Al-muhaddab fi fiqh al-imam syafi’I li imam abi
ishaq Ibrahim al-syirasi, vol 3, (Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani), hlm. 27.
[31] , Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad Al-Mahalli Dan Jalaluddi Abdur
Rohman Bin Abi Bakr Al-Syuyuti , Tafsir jelalin, (Maktabah Syamile,
Isdar Al-Tsani),hlm.
35-36
[32]
Musthafa khan & Musthafa al-bagha, Fiqh Al-Manhaji, vol 7,
(Makatabah Syamile, Isdar Al-Tsani) hlm. 123.
[33] http://ibnukatsironline.blogspot.co.id/2015/06/tafsir-surat-al-kahfi-ayat-19-20.html.
(di akses tanggal 8 maret 2016.)
[34] Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad Al-Mahalli Dan Jalaluddi Abdur Rohman
Bin Abi Bakr Al-Syuyuti ,Tafsir jelalin , (Maktabah Syamile, Isdar
Al-Tsani), hlm. 170-171.
[35] Wahbah Bin Mustafa Al-Zuhaili,Tafsir
Munir, Vol, 15, (Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani), Hlm. 234-235,
[36] Syamsuddin Al-Qurtubi,,Tafsir al-qurtubi, vol, 10,(Maktabah
Syamile, Isdar Al-Tsani), hlm, 375.
[38] http://chairamj.blogspot.co.id/2014/12/kajian-surat-al-maidah-ayat-1-dan-2.html. (
diakses tanggal 13, maret 2016).
[39] Musthafa khan & Musthafa al-bagha, Fiqh Manhaji, vol
7,(Maktabah Syamile, Isdar Al-Tsani) Hlm. 125.
[41]Sulaiman
Bin Muhammad Bin Umar Al-Bujairami, Al-Bujairimi Ala Al-Khatib , vol 3, (Maktabah
Syamile, Isdar Al-Tsani), hlm. 457-458.
[42]Musthafa
khan & Musthafa al-bagha, Fiqh Al-Manhaji, vol 3,(Maktabah Syamile,
Isdar Al-Tsani), Hlm 317.
[43] Ibid, hlm 317.
[44]
Ibid. hlm, 317.
[45] Ibid, hlm 319
[46] Sulaiman
Bin Muhammad Bin Umar Al-Bujairami, Al-Bujairimi Ala Al-Khatib , vol 3,(Maktabah
Syamile, Isdar-Al-Tsani), hlm, 458.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar