Senin, 24 April 2017

penarikan kesimpulan



Proses Penarikan Konklusi Secara Tidak Langsung

ABSTRAK
Berfikir nampaknya dapat dilakukan oleh semua orang, mulai dari ank kecil sampai orang dewasa telah terbiasa melakukannya tetapi kalau kita amati lebih lanjut, terutama bila dipraktikkan, ternyata menghadapi banyak kesulitan. Prasangka-prasangka subyektif yang mempengaruhi jalan pikirannya. Semboyang-semboyang dan pendapat-pendapat subyektif kadang-kadang menutup mata terhadap kenyataan dan dalam perdebatan yang biasanya hanya mencari kemenangan bukan kebenaran; terutama tentang yang sulit-sulit dan berbeli-belit, sukar sekali untuk menentukan dimana letak kebenarannya. Untuk menghindari kesesatan dan kesalahan dalam usaha untuk mencapai kebenaran tersebut, maka kita harus mengetahui aturannya; dan olek karenanya kita harus bisa menarik sebuah kesimpulan yang benar dari apa yang sudah kiuta ucapkan atau dari apa yang sudah kita pelajari, Dimana itulah yang dapat mengantarkan alur berfikir kita menjadi benar.
Kata kunci: proses, panarikan konklusi, secara tidak langsung.
PENDAHULUAN
Pikiran manusia pada hakikatnya mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran. Karena itu pikiran tersebut juga merupkan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah diperhatikan kebenaran bentuk (formal) untuk dapar berfikir logis. Kebanaran ini hanyalah menyatakan serta mengandaikan adanya jalan, cara, tehnik serta hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua hal ini diselidiki serta dirumuskan dalam logika, khususnya logika formal yang merupakan pokok uraian dalam buku ini. Namun  demikian kebenaran tersebut perlu digandengakan dengan kebenaran isi (material)nya.
Apabila jalan serta hukum-hukum itu diuraikan, nampaklah bahwa pemikiran manusia sebenarnya terdiri atas tiga unsur. Unsur-unsur itu adalah pengertian, keputusan dan penyimpulan serta penyimpulan. Ini smua sebenrnya yang paling pokok dan paling penting dalam logika.
Logika tidak mempelajari cara berfikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis. Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola pikir klompok, kecendrungan pribadi, pergaulan dan sugesti  juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau penyataan keheranan dan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan argumen yang secara selintas kelihatan benar untuk memutar balikkan kenyataan denga tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan. Dengan kesempatan ini kami memberikan pemaparan tentang proses penarikan kesimpulan secara tidak langsung. Sehingga manusi dapat bernalar dan berfikir dengan baik, serta menyimpulakan dengan benar.

A.    Pengertian konklusi
Penarikan konklusi atau inferensi ialah proses mendapatkan suatu proposisi yang ditarik dari satu atau lebih proposisi, sedangkan proposisi yang diperoleh harus dibenarkan oleh proposisi (proposisi) tempat menariknya. Proposisi yang diperoleh itu disebut konklusi.Penarikan suatu konklusi dilakukan atas lebih dari satu proposisi dan jika dinyatakan dalam bahasa disebut argumen.Proposisi yang digunakan untuk menarik proposisi baru disebut premis sedangkan proposisi yang ditarik dari premis disebut konklusi atau inferensi.
Penarikan konklusi ini dilakukan denga dua cara yaitu induktif dan deduktif. Pada induktif, konklusi harus lebih umum dari premis (premisnya), sedangkan pada deduktif, konklusi tidak mungkin lebih umum sifatnya dari premis (premisnya).Atau dengan pengertian yang popular, penarikan konklusi yang induktif merupakan hasil berfikir dari soal-soal yang khusus membawanya kepada kesimpulan-kesimpulan yang umum. Sebaliknya, penarikan konklusi yang deduktif yaitu hasil proses berfikir dari soal-soal yang umum kepada kesimpulan-kesimpulan yang khusus.
Penarikan suatu konklusi deduktif dapat dilakukan denga dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penarikan konklusi secara langsung dilakukan jika premisnya hanya satu buah.Konklusi langsung ini sifatnya menerangkan arti proposisi itu.Karena sifatnya deduktif, konklusi yang dihasilkannya tidak dapat lebih umum sifatnya dari premisnya.Penarikan konklusi secara tidak langsung terjadi jika proposisi atau premisnya lebih dari satu. Jika konklusi itu ditarik dari dua proposisi yang diletakan sekaligus, maka bentuknya disebut silogisme.[1]
B.     Silogisme
silogisme, adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya. Dari dua data ini, akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Silogisme merupakan penyimpulan tidak langsung dikatakan demikain karena dalam silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu, yang tidak terjadi dalam penyimpulan melalui edukasi
Aristoteles membatasi silogisme sebagai argumen yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan.
Disamping itu untuk dapat melahirkan konklusi harus ada pangkalan umum tempat kita berpijak. Pangkalan umum ini kita hubungkan dengan permasalahan yang lebbih khusus melalui term yang ada pada keduanya, maka lahirlah konklusi.[2]


C.    Ciri-ciri silogisme
Ciri-ciri silogisme yang membedakannya dari jenis penarikan konklusi lainnya adalah:
Konklusi dalam  silogisme  ditarik  dari  dua  premis  yang  serentak  disediakan,  bukan dari salah satu premisnya saja. Konklusinya tidaklah merupakan penjumlahan premis-premis itu, tetapi merupakan sesuatu yang dapat diperoleh bila kedua premis itu diletakkan serentak. Ciri-ciri  ini  membedakan  silogisme  dari  bentuk-bentuk  penarikan  konklusi  langsung  dan bentuk-bentuk penarikan konklusi tak langsung lainnya.
Konklusi dari suatu silogisme tidak dapat mempunyai sifat yang lebih umum daripada premis-premisnya. Silogisme  adalah  suatu  jenis  penarikan  konklusi  secara  deduktif  dan  penarikan  konklusi  secara  deduktif  konklusinya  tidak  ada  yang  lebih  umum  dari  premis-premis yang disediakan itu.
Konklusinya benar, bila dilengkapi dengan premis-premis yang benar. Suatu  hal  yang  penting,  pada  silogisme  dan  pada  bentuk-bentuk  inferensi  deduktif  yang lain, persoalan kebenaran dan ketidak benaran pada premis-premis tak pernah timbul, karena  premis-premis  selalu  diambil  yang  benar;  akibatnya  konklusi  sudah  diperlengkapi dengan  hal-hal  yang    Dengan  kata  lain,  silogisme  tinggal  hanya  mempersoalkan kebenaran  formal  (kebenaran  bentuk)  dan  tidak  lagi  mempersoalkan  kebenaran  material (kebenaran isinya).
Premis  yang  di  dalamnya  terdapat  term  mayor  dinamai  premis  mayor,  dan  premis  yang di dalamnya terdapat term minor dinamai premis minor. Dalam bentuk silogisme logika yang  sesungguhnya,  premis  mayor  diberikan  mula-mula  dan  sudah  itu  diikuti  oleh  premis minor. [3]

D.    Bentuk-Bentuk Silogisme
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK). Sebagai umpama:
PU                   : Setiap manusia akan mati
PK                   : Pak ujang adalah manusia
K                     : Pak ujang akan mati
 Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah sebagai berikut:
1.      Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.
2.      Pernyataan (premis) pertama disebut premis umum.
3.      Pernyataan (premis) kedua disebut premis khusus
4.      Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
5.      Apabila salah satu premisnya negatif, maka kesimpuulannya pasti negatif.
6.      Dua premis negatif tidak dapat menghasilkan kesimpulan.
7.      Dari dua premis khusus tidak dapat ditarik kesimpulan.
Pola penarikan kesimpulan tidak langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:

D.1. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang terjadi dari tiga proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi, merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
PU       : Semua manusia bijaksana.
PK       : Semua polisi adalah bijaksana.
K         : Jadi, semua polisi bijaksana.
Contoh dalam bentuk paragraf
Setelah tugas menggambar kelas I B dikumpulkan, ternyata duapuluh anak perempuan menggambar bunga, dua orang anak perempuan menggambar pemandangan, dan satu orang saja menggambar binatang, sedangkan anak laki-laki bermacam-macam.Boleh dikatakan anak perempuan kelas I B cenderung membuat gambar bunga.
·         Analogi ialah suatu penalaran yang bertolak dari peristiwa khusus mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan apa yang berlaku untuk suatu hal akan bertolak pula untuk hal lain.
·         Kausalitas (sebab-akibat) ialah memulai suatu penjelasan dari peristiwa atau hal yang merupakan sebab, kemudian bergerak menuju ke suatu kesimpulan sebagai aspek (akibat) terdekat.
·         Bentuk Gagasan / Penalaran Deduktif
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU       : Semua manusia tidak bijaksana.
PK       : Semua kera bukan manusia.
K         : Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:
a)      Silogisme harus terdiri atas tiga term. Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU       : Semua atlet harus giat berlatih.
PK       : Xantipe adalah seorang atlet.
K         : Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor =  harus giat berlatih.
Term minor = Xantipe.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh: Gambar itu menempel di dinding.
  Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di dinding dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b)      Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c)      Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh: Semua semut bukan ulat.
  Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d)     Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh: PU     :Tidak seekor gajah pun adalah singa.
  PK     : Semua gajah berbelalai.
  K       : Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e)      Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh: PU     ; Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
              PK     : Ujang adalah mahasiswa
  K       : Ujang lulusan SMA
f)       Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU     : Sebagian orang jujur adalah petani.
  PK     : Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
               K      : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g)      Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh: PU     : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
  PK     : Radit adalah mahasiswa.
  K       : Jadi, Radit adalah lulusan SLTA.
h)      Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU     : Beberapa manusia adalah bijaksana.
  PK     : Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
  K       : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

D.2. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum, pernyataan khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat pengandaian. Hal ini ditandai adanya penggunaan konjungsi jika dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya dibentuk oleh dua bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan bagian keduanya disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan yang terjadi, yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan yang diandaikannya itu.
Contoh PU                  : jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke
                                    (anteseden)                        (konsekuensi)
perguruan tinggi.
D.3. Silogisme Alterntif
Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif. Jika alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang lain itu salah.
                  Contoh:
Premis Mayor èmerupakan proposisi alternative (proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan)
Premis Minor è
                  Kesimpulannya tergantung pada premis minor.
                        PU ; Lampu temple ini akan mati apabila minyaknya habis atau sumbunya                                               pendek. 
                  PK  ;   Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
                  K    :   Lampu ini mati karena sumbunya pendek.[4]

D.4. Entimen
Pada percakapan dalam kehidupan sehari-hari, suatu logisme seringkali diperpendek, yakni tanpa menyebutkan premis-premis umum. Seseorang lansung mengatakan kesimpulan yang diikuti dengan premis khusus sebagai penyebabnya. Bentuk silogisme seperti ini disebut entimem.
Rumus:
C = B, karena C = A
Contoh:
PU: Semua pemimpin yang jujur tidak mau melakukan korupsi.
PK: Pak Brewok seorang pemimpin yang jujur.
K : Pak Brewok tidak mau melakukan korupsi.
Entimem: Pak Brewok tidak melakukan korupsi, karena ia seorang pemimpin yang jujur.
Entimem adalah silogisme yang diperpendek. Entimen tidak peerlu menyebutkan premis umum, tetapi langsung mengetengahkan simpulan dengan premis khusus yang menjadi penyebabnya.
Rumus entimem : C = B, Karena C = A
Contoh :
Silogisme :
PU       : Pegawai yang baik tidak mau menerima suap.
PK       : Ali pegawai yang baik.
S          : Ali tidak mau menerima suap.

Entimem
Ali tidak mau menerima suap, karena ia pegawai yang baik.
Penjelasan:
C         = Ali ;ia
B         = tidak mau menerima suap
A         = pegawai yang baik
C = B, karena C = A
Contoh di atas silogisme yang dijadikan entimen. Jika entimen dapat dikembalikan menjadi silogisme
Contoh :
Entimem :
Badu harus bekerja keras, karena ia orang yang ingin sukses.
C         : Badu
B         : harus bekerja keras
A         : orang yang ingin sukses
Silogisme :
PU       :Semua orang yang ingin sukses harus bekerja keras.                       
PK       : Badu orang yang ingin sukses.
S          : Maka, Badu harus bekerja keras.
Rantai Deduksi
Penalaran yang deduktif dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang tidak berhenti pada sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula berupa merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk yang informal.
 Semua coklat manis rasanya
Sebagian yang manis rasanya adalah coklat
Jika stres saya makan coklat
Karena coklat dapat menghilangkan stres
Saya tidak pernah menolak diberi coklat
Karena saya memang sangat suka coklat 
Laras tidak suka buah nanas
Karena nanas asam rasanya
Laras diberi buah nanas
Jadi Laras tidak memakannya.[5]

E.     Hukum-Hukum Penarikan Kesimpulan
Terdapat 8 kaidah atau hukum yang berlaku dalam penyusunan silogisme kategoris. Masing-masing 4 menyangkut term, dan 4 menyangkut proposisi. Kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Menyangkut term-term.
2.      S ilogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term. Kurang dari tiga term berarti tidak ada silogisme. Lebih dari tiga term berarti tidak adanya perbandingan. Kalaupun ada tiga term, ketiga term itu haruslah digunakan dalam arti yang sama tepatnya. Kalau tidak, hal itu sama saja dengan menggunakan lebih dari tiga term. Misalnya:
Kucing itu mengeong
Binatang itu kucing
Jadi, binatang itu mengeong
1.      Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan. Hal ini sebenarnya sudah jelas dari bagan silogisme. Selain itu, masih dapat dijelaskan bagini: term-antara (M) dimaksudkan untuk mengadakan perbandingan dengan term-term. Perbandingan itu terjadi dalam premis-premis. Karena itu, term-antara (M) hanya berguna dalam premis-premis saja.
2.      Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis-premis. Artinya, term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh universal, kalau dalam premis-premis particular. Ada bahaya ‘latius hos’. Istilah ini sebenarnya merupakan singkatan dari hukum silogisme yang berbunyi: ‘Latius hos quam praemiisae conclusion non vult’. Isi ungkapan yang panjang ini sama saja dengan ‘generalisasi’. Baik ‘Latius hos’ maupun ‘generalisasi’ menyatakan ketidakberesan atau kesalahan penyimpulan, yakni menarik kesimpulan yang terlalu luas. Menarik kesimpulan yang universal pada hal yang benar hanyalah kesimpulan dalam bentuk keputusan yang particular saja. Misalnya:
Kucing adalah makhluk hidup
Manusia bukan kucing
Jadi, manusia bukan makhluk hidup
1.      Term-antara (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal. Jika term-antara particular baik dalam premis major maupun minor, mungkin sekali term-antara itu menunjukkan bagian-bagian yang berlainan dari seluruh luasnya. Kalau begitu term-antara tidak lagi berfungsi sebagai term-antara dan tidak lagi menghubungkan (memisahkan) subyek dan predikat. Misalnya:
Banyak orang kaya yang kikir
Si Fulan adalah orang kaya
Jadi, Si Fulan adalah orang yang kikir.

2.      Menyangkut keputusan-keputusan (proposisi)
1.      Jika kedua premis (yakni major dan minor) afirmatif atau positif, maka kesimpulannya harus afirmatif dan positif pula.
2.      Kedua premis tidak boleh negatif, sebab term-antara (M) tidak lagi berfungsi sebagai penghubung atau pemisah subyek dan predikat. Dalam silogisme sekurang-kurangnya satu, yakni subyek atau predikat, harus dipersamakan dengan term-antara (M). Misalnya:
Batu bukan binatang
Kucing bukan batu
Jadi, kucing bukan binatang
1.      Kedua premis tidak boleh partikular. Sekurang-kurangnya satu premis harus universal. Misalnya:
Ada orang kaya yang tidak tenteram hatinya
Banyak orang yang jujur tenteram hatinya
Jadi, orang-orang kaya tidak jujur
1.      Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Keputusan particular adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang universal. Keputusan negatif adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan afirmatif atau positif. Oleh karena itu:
·         Jika satu premis partikular, kesimpulan juga partikular;
·         Jika salah satu premis negatif, kesimpulan juga harus negatif;
·         Jika salah satu premis negatif dan partikular, kesimpulan juga harus negatif dan partikular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi. Misalnya:
Beberapa anak puteri tidak jujur
Semua anak puteri itu manusia (orang)
Jadi, beberapa manusia (orang) itu tidak juju.[6]

PENUTUP
Berpikir  deduktif  atau  berpikir  rasional  merupakan  sebagian  dari  berpikir ilmiah. Dalam penalaran deduktif, menarik  suatu simpulan dimulai dari pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan  khusus  dengan  menggunakan  rasio  (berpikir  rasional). 
Silogisme adalah suatu bentuk penarikan konklusi secara deduktif tak langsung yang konklusinya ditarik dari premis yang  disediakan  serentak.  Oleh  karena  silogisme  adalah penarikan  konklusi  yang  sifatnya  deduktif,  maka  konklusinya  tidak  dapat  mempunyai  sifat yang lebih umum dari pada premisnya.
Silogisme  dalam  logika  tradisional  digunakan  sebagai  bentuk  standar  dari  penalaran  deduktif.  Hanya  deduksi  yang  dapat  di kembalikan  menjadi  bentuk  standar  inilah  yang  dapat  dibahas  dalam  logika  tradisional.  Silogisme  itu  terdiri  atas  tiga  proposisi  kategorik.  Dua  proposisi  yang  pertama berfungsi sebagai premis, sedang yang ketiga sebagai konklusi. Jumlah termnya ada tiga, yaitu term subjek, term predikat, dan term medius. Term medius berperan sebagai  penghubung  antara  premis  mayor  dengan  premis  minor  di  dalam  menarik konklusi, dan  term medius itu tidak boleh muncul pada konklusi. Silogisme ini dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk mengetahui sesuatu secara logika. Misalnya :
·         Semua manusia yang ada akan mati.
·         Sally adalah manusia.
·         Oleh karena itu, Sally akan mati.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Modul Silogisme Kategoris, Yogyakarta: Staff UNY, 2014. 
Kattsof, Louis A. Pengantar Filsafat (alih bahasa: Soejono Soemargono), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004. 
Mundiri, logika, jakarta: rajawali press , 2012.
Surajiyo. Dasar-Dasar Logika, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. 
Pramsky.blogspot. November, 2008. Dasar logika proposisi standar..


[1] Pramsky.blogspot. November, 2008. Dasar logika proposisi standar. Diakses tanggal 5 April 2016.
[2] Mundiri, logika,(jakarta: rajawali press , 2012.) hlm. 101.
[3] Anonim.. Modul Silogisme Kategoris,(Yogyakarta: Staff UNY, 2014) hlm. 194.

[4] Surajiyo, Dasar-Dasar Logika, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2006),hlm. 62-68.

[6] A. Louis Kattsof, Pengantar Filsafat (alih bahasa: Soejono Soemargono), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), hlm. 47.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar