Senin, 24 April 2017

mudarabah



MUDHARABAH
MAKALAH
DisusunUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah Tela’ah Teks Arab
DosenPengampu: Ahmad Zayyadus Zabidi, DRS. H. M.AG

 







DisusunOleh:
Deni Sayfullah
Alfin Wahyu Firdauzi
Mohammad Waris
Sunardi Efendi
Haris Mantoro


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini yang Alhamduillah tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan upaya untuk memberikan kontribusi pemikiran atas kajian yang berkenbang pada saat ini terhadap pengertian Mudharabah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu keritik dan saran dari semua pihak yang membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga Allah SWT senantiasa meridhai usaha kita.



                                                            Pamekasan, 06 Desember 2015

                                                                           Kelompok 07






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................. ... 1
DAFTAR ISI............................................................................................ ... 2
BAB I PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang................................................................................ ... 3
B.     PerumusanMasalah........................................................................ ... 3
C.     TujuanPenulisan............................................................................. ... 3

BAB II PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MUDHARABAH.............................................. ... 4
B.     NASKAH AYAT QS. AL-MUZAMMIL AYAT 20.................. ... 4
C.     TERJEMAHAN............................................................................ ... 5
D.    MAKNA MUFRADAT................................................................ ... 6
E.     MUNASABAH AYAT................................................................ ... 6
F.      ASBAB AL-NUZUL.................................................................... ... 7
G.    TAFSIR AYAT............................................................................. ... 7
H.    KANDUNGAN HUKUM............................................................ ... 9

BAB IIIPENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................... ... 12
B.     Daftarpustaka................................................................................ ... 13




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha, keuntungan usaha yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk nisbah.
Maka dalam hal ini kami akan membahas tentang Mudharabah.
B.     PeumusanMasalah
Adapunrumusanmasalahdalammakalahiniadalahsebagaiberikut:
       1.            Apakah Penertian Mudharabah?
       2.            Ayat Apakah yang Berhubungan Dengan Mudharabah?
       3.            Bagaimana Arti atau Terjemahan dari Ayat Tersebut?
       4.            Bagaimana Makna Mufradat Dari Ayat Tersebut?
       5.            Bagaimana Munasabah dari Ayat Tersebut?
       6.            Bagaimana Asbab Al-Nuzul dari Ayat Tersebut?
       7.            Bagaimana Tafsiran dari Ayat Tersebut?
       8.            Bagaimana Kandungan Hukum Dari Mudharabah?

C.     TUJUAN PENULISAN
       1.            Mengetahui Penertian Mudharabah.
       2.            MengetahuiAyat yang Berhubungan Dengan Mudharabah.
       3.            Mengetahui Arti atau Terjemahan dari Ayat Tersebut.
       4.            Mengetahui Makna Mufradat Dari Ayat Tersebut.
       5.            MengetahuiMunasabah dari Ayat Tersebut.
       6.            Mengetahui Asbab Al-Nuzul dari Ayat Tersebut.
       7.            Mengetahui Tafsiran dari Ayat Tersebut.
       8.            MengetahuiKandungan Hukum Dari Mudharabah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MUDHARABAH
Secara etimologi kata mudharabah berasal dari kata dharaba – yadhribu – dharban yang bermaknamemukul. Denganpenambahanalifpadadho’, maka kata inimemilikikonotasi “salingmemukul” yang berartimengandungsubjeklebihdarisatu orang. Para fukohamemandangmudharabahdariakar kata inidenganmerujukkepadapemakaiannyadalam al-Qur’an yang selaludisambungdengan kata depan “fi” kemudiandihubungkandengan “al-ardh” yang memilikipengertianberjalan di mukabumi. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukukan (menapakkan) kakinya dalam menjalankan usaha.[1]
Secara terminologi mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha, keuntungan usaha yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk nisbah.[2]
B.     NASKAH AYAT QS. AL-MUZAMMIL AYAT 20
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
Diriwayatkan oleh Shuhaib
عَنْ صُهَيْبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَن النبي صلى الله عليه وسلم قا ل: ثَلاَثٌ فِيْهِن الْبَرْكَةُ: اَلْبَيْعُ إِلَى أَجَلِ وَالْمُقَا رْضَةُ وَخَلْطُ الْبُر بِالشعِيْرِ لِلْبَتِ لاَ لِلْبَيْعِ.



C.     TERJEMAHAN
“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.”(Qs. Al Muzammil: 20).[3]
Dari shuhaib r.a. bahwa Nabi SAW. bersabda: “Ada tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: (1) Jual beli tempo, (2) Muqaradhah, (3) Mencampur gandum dengan jagung untuk makan di rumah bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).[4]
D.    MAKNA MUFRADAT
Dia mengetahui                 :                       عَلِمَ
Bahwa                               :                       أَنْ
Akan ada                           :                  سَيَكُونُ
Diantara kamu                   :                  مِنْكُمْ
Orang-orang yang sakit     :                  مَرْضَى
Dan                                   :                  وَ         
Yang lain                           :                  آخَرُونَ
Mereka berjalan                 :                  يَضْرِبُونَ
Di                                      :                  فِي
Bumi                                 :                  الْأَرْضِ
Mereka mencari                 :                  يَبْتَغُونَ             
Dari                                   :                  مِنْ
Karunia                             :                       فَضْلِ
Allah                                 :                  اللَّهِ
Dan                                   :                  وَ         
Yang lain                           :                  آخَرُونَ
Mereka berperang             :                  يُقَاتِلُونَ
Di/pada                             :                  فِي     
Jalan                                  :                  سَبِيلِ  
Allah                                 :                  اللَّهِ
Maka bacalah                    :                  فَاقْرَءُوا
Apa                                   :                  مَا        
Kamu mudah                    :                  تَيَسَّرَ
Dari padanya[5]                   :                  مِنْهُ

E.     MUNASABAH AYAT
Ayat ini menerangkan pengertian mudharabah dan Hadits diatas sebagai penegasan/penjelasan dengan adanya tatacara mudharabah yang baik kepada sesama umat manusia, juga tentang akad mudharabah, syarat-syarat dibolehkannya mudharabah yang di sampaikan Rasulullah SAW. bahwa supaya tidak membeli hewan ternak jika menyalahi aturan, dengan kata lain bukan dengan akad mudharabahdan apabila orang yang bersangkutan tersebut melakukannya, maka dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.[6]
F.      ASBAB AL-NUZUL
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari kakeknya: “Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta anak yatim dengan cara mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta tersebut, lalu dia mendapatkan (bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal”.
Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari Malik bin Ila’ bin Abdurrahman dari bapaknya: “Bahwa Utsman telah melakukan qirad (mudharabah)”. Semua riwayat tadi didengarkan dan dilihat oleh sahabat, sementara tidak ada satu orangpun yang mengingkari dan menolaknya, maka hal itu merupakan ijma’ tentang kemubahan mudharabah ini.[7]
G.    TAFSIR AYAT
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَىDia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit, dimana mereka kesulitan melakukan shalat dua pertiga malam, separuhnya atau sepertiganya. Oleh kerena itu, hendaknya ia melakukan shalat yang dirasakannya mudah dan ia pun tidak diperintah shalat sambil berdiri ketika sulit mengerjakannya, bahkan kalau ia kesulitan melakukan shalat sunnah, maka ia boleh meniggalkannya dan ia akan mendapat pahala seperti dilakukannya ketika sehat.[8]
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِdan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dengan berdagang dan lainnya agar tidak meminta –minta kepada manusia. Mereka (orang-orang musyafir ) sangat layak diberikan keringanan. Oleh karena itu, ia boleh menjama’ (menggabung) nya dalam satu waktu.[9]
وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُdan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an, Allah SWT. menyebut dua keringanan: (1) keringanan untuk orang sehat lagi mukim (tidak safar) dengan memperhatikan waktu semangatnya tanpa ditentukan batasnya, dan sebaliknya ia memilih waktu shalat yang utama yaitu sepertiga malam. (2) keringanan untuk orang yang sakit atau musyafir baik safarnya untuk berdagang atau beribadah seperti berperang atau berjihad, berhaji atau berumroh. (3) keringanan dalam melaksanakan kewajiban (shalat) lima waktu (maka bacalah apa yang mudah dari Alquran) maka Ia memperhatikan keadaan yang membebani hambanya. Segala puji bagi Allah SWT. karena Dia tidak menjadikan kesempitan dalam agama ini, bahkan Dia memudahkan syari’at-Nya, memperhatikan keadaan hamba, maslahat agama, badan dan dunia mereka[10]
H.    KANDUNGAN HUKUM
     Melakukan mudharabah atau qiradh adalah boleh (mubah). Dasar hukumnya ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwasanya Rasullullah SAW telah bersabda :
ثلا ث فيهن البر كة البيع الي اجل و المقا ر ضة و خلط البر با للبيت و لا  للبيت

“ Ada tiga perkara yang diberkati : jual beli yang ditangguhkan, member modal dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.”

Diriwayatkan dari Daruquthuni bahwa Hakim Ibn Hizam , apabila memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan : “harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai, apabila  kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab pada hartaku”.
Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib). Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus. Meskipun mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh al-Qur‟an atau Sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari Tuhanmu....”. (al-Baqarah : 198).
Diakatakan bahwa Nabi dan beberapa Sahabat pun terlibat dalam kongsi-kongsi mudharabah[5]. Menurut Ibn Taimiyyah, para fuqaha menyatakan kehalalan mudharabah berdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkankepada beberapa Sahabat tetapi tidak ada Hadits sahih mengenai mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi.[11]
      1.            Dasar hukum mudharabah dalam Al-Qur’an
QS. al-Nisak ayat 29:
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu.....
QS. al-Ma’idah ayat 1:
Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu.....
QS. al-Baqarah ayat 283:
.....Maka, jika sebagian dari kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.....[12]
      2.            Dasar hukum mudharabah dalam hadits Nabi:
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Thabrani
“Abbas bin Abdul Muthallib  jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar oleh Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).[13]
      3.            Hukum mudharabah dalam ijma’:
Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan kepada orang (mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabahdan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).[14]
      4.            Dasar hukum mudharabah dalam Qiyas:
Transaksi mudharabah di-qiyas-kan kepada transaksi mushaqah.
      5.            Dasar hukum mudharabah dalam kaidah fiqih:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”[15]













BAB III
KESIMPULAN
Secara etimologi kata mudharabah berasal dari kata dharaba – yadhribu – dharban yang bermaknamemukul. Denganpenambahanalifpadadho’, maka kata inimemilikikonotasi “salingmemukul” yang berartimengandungsubjeklebihdarisatu orang.
Secara terminologi mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha, keuntungan usaha yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk nisbah.
Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib).
Seperti Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Thabrani:
“Abbas bin Abdul Muthallib  jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar oleh Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).






DAFTAR PUSTAKA
Al-Kasani, Aludin.Bada’i As-Syana’i Fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI.
al-Qurtubi,Imam.al-Jami’li Ahkami al-Qur’an, Cairo: Darul Hadits, 2002.
Katsir,Ibnu.Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, Vol.IV, Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah.
Suhendi, Hendi.Fiqih Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.
Sabiq, Sayyid.Fiqhus Sunnah, Jakarta: Al-I’tishon, 2008.
Seperti hadits qudsy yang diriwayatkan imam muslim dalam shahihnya, Kitab Al-Birr Wa Ash-Shahih, Hadits No: 2577. Dari Sahabat Nabi SAW, Abu Dzar Al-Ghifary. (Ibnu Dhaqiq, Al-Id, Sayrhu Al-Arba’in An-Nawawiyah, Cairo: Darussalam, Cet. Iii, 2007 M / 1428 H).
Wardi, Ahmad.Fiqh Muamalat,Jakarta: Amzah, 2010.


[1]HendiSuhendi, FiqihMuamalah, (Jakarta: RajaGrafindoPersada, 2002). hlm. 135.
[2]HendiSuhendi, FiqihMuamalah, (Jakarta: RajaGrafindoPersada, 2002). hlm. 136.
[4]Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 367.
[6]Sulaiman Rasid, Fiqih Sunnah, (Bandung: Algensindo, 1994), hlm. 56.
[8]Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, Vol.IV, (Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah), hlm. 563.
[9]Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, Vol.IV, (Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah), hlm. 565.
[10]Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, Vol.IV, (Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah), hlm. 568.
[12]Imam al-Qurtubi, al-Jami’li Ahkami al-Qur’an, (Cairo: Darul Hadits, 2002), hlm. 33.
[13]Seperti hadits qudsy yang diriwayatkan imam muslim dalam shahihnya, Kitab Al-Birr Wa Ash-Shahih, Hadits No: 2577. Dari Sahabat Nabi SAW, Abu Dzar Al-Ghifary. (Ibnu Dhaqiq, Al-Id, Sayrhu Al-Arba’in An-Nawawiyah, Cairo: Darussalam, Cet. Iii, 2007 M / 1428 H), hlm. 207-208.
[14]Aludin Al-Kasani, Bada’i As-Syana’i Fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI, hlm. 79.
[15]Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, (Jakarta: Al-I’tishon, 2008), hlm. 385.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar