BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring
dengan berkembangnya zaman yang mengakibatkan kebutuhan yang semakin
berkembang, kita dituntut untuk kreatif dan cerdas dalam memenuhi kebutuhan. Di
setiap Negara di dunia pati membutuhkan bantuan dari negara lain untuk memenuhi
kebutuhan akan enis suatu barang. Mengingat mata uang disatu negara tak berlaku
di negara lain, maka dibutuhkan alat transaksi yang dapat diterima oleh negara
lain. Kini alat transaksi yang mampu diterima d negara lain sudah kita kenal
dengan sebutan valas (vluta asing), sedangkan tempat terjadinya transaksi jual
beli valas (valuta asing) biasa kita kenal dengan pasar valuta asing.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian valuta asing?
2. Apa
saja prinsip yang boleh dilakukan dalam pasar jual beli mata uang?
3. Apa
saja landasan yang menjelaskan tentang valuta asing?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui tenang pengertian valuta asing
2. Untuk
mengetahui prinsip yang diperbolehkan dalam jual beli
3. Untuk
mengetahui landasan apa saja yang membahas tentang valuta asing
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
VALUTA ASING
Valuta asing merupakan mata uang luar negeri yang
digunakan setelah terjadi perdagangan internasional maka tiap negara
membutuhkan valuta asing sebagai alat pembayaran luar negeri yang dalam dunia perdagangn disebut devisa.[1]
Sedangkan tempat terjadinya valuta asing kita sebut
dengan pasar valuta asing. Pasar valuta asing (valas) atau sering disebut foreign erchange market merupakan pasar
dimana transaksi valuta asing dilakukan baik antara negara maupun dalam suatu
negara. Pasar valas adalah suatu mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya
beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi
perdagangan internasional, dan meminimalkan kemungkinan resiko kerugian (exposure
risk) akibat terjadinya fluktuasi kurs suatu mata uang.
Transaksi
valas dapat dilakukan oleh suatu badan atau perusahaan secara perorangan dengan
berbagai tujuan. Dalam setiap kali melakukan transaksi valas, maka digunakan
kurs (nilai tukar). Nilai tukar ini dapat berubah sesuai kondisi dari waktu ke
waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Terjadinya fluktuasi nilai tukar
pada dasarnya tergantung pada keuatan pasar yang memengaruhi sisi permintaan
dan penawaran suatu valuta atau mata uang asing. Perdagangan valuta asing dapat
dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran antara emas dan perak atau
dikenal dalam terminologi fiqih dengan istilah (sharf) yang disepakati
para ulama tentang keabsahannya. Emas dan perak sebagai mata uang tidak boleh
ditukarkan dengan sejenisnya misalnya rupiah kepada rupiah (IDR) atau US dollar
(USD) kepada dollar kecuali sama jumlahnya. Transaksi jual beli mata uang pada
prinsipnya boleh dilakukan dengan ketentuan:
1. Tidak
spekulasi (untung-untungan).
2. Ada
kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
3. Apabila
transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis, maka nilainya harus sama dengan
secara tunai.
4. Apabila
berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku
pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.[2]
B.
Dalil Yang Mendasari Valuta Asing
Adapun dalil
yang mendasari valuta asing adalah dari al-Qur’an dan Hadits yaitu:
1.
Dalil dari al-Qur’an, Qs.
Al-Baqarah: 275
الَّذيْنَ يَأْكُلُوْنَ
الرِّبَوالاَيَقُومُوْنَ اِلاَّ كَماَ يَقُومُوْالَّذِ يْ يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَنُ مِنَ المَسِّ* ذَلِكَ بِاَ
نَّهُمْ قاَلُوْااِنَّمَاَالبَيْعُ مِسْلُ الرِّبَواوَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّباَ فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةُ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ {275}
Artinya: “Orang-orang yang
memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lan-taran (tekanan) penyakit gila. Yang demikan itu karena
mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan
dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu
menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”[3]
2. Dalil dari
Hadits
إِنِّي
سَمِعْتُ رَسُولُ للَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْ بَيْعِ
الذَّهَبِ باِ لذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ باِالْفِضَّةِ
وَالْبَرِّباِالْبَرّوَالشَّعِيْرِباِالشَّعِيْرِوَالتَّمْرِباِالتَّمْرِوَالْمِلْحِ
باِالْمِلْحِ إِلَّ سَوَاءًبِسَوَاءٍعَيْناًبِعَيْنٍ فَمَنْ زَادَ أَوْازْدَادَ
فَقَدْ أَرْبَى
Artinya:“Bahwasanya
aku telah mendengar Rasulullah SAW. melarang menjual emas dengan emas, perak
dengan perak, tamar dengan tamar, gandum dengan gandum, syair dengan syair,
garam dengan garam, kecuali satu rupa dengan satu rupa, dibayar tunai. Maka
barangsiapa yang menambah atau meminta tambah, sesungguhnya dia telah melakukan
riba.” (Riwayat Muslim)[4]
3. Pendapat
ulama’
Fatwa dewan syari’ah Nasional majelis ulama’ indonesia
no.28/DSN-MUI/III/2002 tentang jual beli mata uang. Bahwa dalam sejumlah
kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi
jual beli mata uang, baik mata uang sejenis maupun antar mata uang lain jenis.
Dalam tradisi perdagangan jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi
yang status hukumnya dalam pandangan ajaran islam berbeda antara satu bentuk
dengan bentuk lainnya. Agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan
ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang valuta asing untuk
dijadikan pedoman.[5]
Dalam jual beli mata uang harus memenuhi syarat khusus, yaitu: tiada
penundaan yang berarti harus tunai, dan tiada pelebihan uang berarti dengan
syarat keseimbangan. Dalam jual beli mata uang asing ulama’ sepakat dengan
syarat tunai tetapi mereka berbeda tentang waktu yang membatasi pengertian
tunai ini. Imam Hanafi dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli mata uang
terjadi secara tunai selama kedua belah pihak belum berpisah, baik
penerimaannya itu segera atau lambat. Jadi penerimaannya bisa dengan perjanjian
waktu tertentu. Berbeda dengan Imam Malik yang berpendapat bahwa jika
penerimaan pada majlis terlambat, maka
jual beli itu batal, meski kedua belah pihak belum berpisah, karena ia tidak
menyukai janji-janji di dalamnya.[6]
C.
Makna
Mufradat dari Qs. Al-Baqarah: 275
الَّذِينَيَأْكُلُونَالرِّبَا
|
Orang-orang yang makan/ mengambil Riba
|
مَوْعِظَةٌمِنْرَبِّهِ
|
peringatan dari Allah
|
لايَقُومُونَ
|
tidak dapat berdiri
|
فَانْتَهَى
|
Lalu ia berhenti
|
إِلَّاكَمَايَقُومُ
|
melainkan seperti berdirinya
|
فَلَهُ
|
maka baginya adalah
|
الَّذِييَتَخَبَّطُهُالشَّيْطَانُ
|
orang yang kemasukan syaitan
|
مَا سَلَفَ
|
apa yang telah berlalu
|
مِنَالْمَسّ
|
lantaran (tekanan) penyakit gila
|
وَأَمْرُهُ
|
dan urusannya adalah
|
ذَلِكَ
|
Keadaan mereka yang demikian itu
|
إِلَى اللَّهِ
|
kepada Allah
|
بِأَنَّهُمْقَالُوا
|
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat)
|
وَمَنْ
|
barang siapa
|
إِنَّمَا الْبَيْعُ
|
sesungguhnya jual-beli itu
|
عَادَ
|
yang kembali lagi
|
مِثْلُ الرِّبَا
|
sama dengan riba
|
فَأُولَئِكَ
|
maka mereka adalah
|
وَأَحَلَّاللَّهُالْبَيْعَ
|
padahal Allah telah menghalalkan jual-beli
|
أَصْحَابُ النَّارِ
|
penghuni neraka
|
وَحَرَّمَالرِّبَا
|
dan mengharamkan riba
|
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
|
Mereka yang kekal di dalamnya
|
فَمَنْجَاءَهُ
|
Barang siapa yang datang kepadanya[7]
|
|
|
D. Munasabah al-Ayat
Dari surat al-Baqarah ayat diatas Allah SWT memulai dengan menceritakan
tentang orang-orang yang memakan riba dari harta kekayaan orang lain dengan
cara yang tidak dibenarkan, serta berbagai macam syubhat. Lalu Allah,
mengibaratka keadaan meraka pada saat bangkit dan keluar dari kubur pada hari
kebangkitan.[8]
E. Asbab Al-Nuzul
Riwayat dari Ibnu
Abbas mengatakan bahwa
ayat ini turun kepada
Bani Amru bin
Umair bin Auf
bin Tsaqif. Adalah
Bani Mughirah bin Makhzum
mengambil riba dari
Bani Amru bin
Umair bin Auf bin
Tsaqif, selanjutnya mereka
melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah SAW dan beliau
melarang mereka melalui ayat ini untuk mengambil riba.
Berkata ‘Atho dan ‘Ikrimah
bahwasanya ayat ini
diturunkan kepada Abbas bin
Abdul Mutholib dan
Utsman bin Affan.
Adalah Rasulullah melarang keduanya untuk mengambil riba dari korma yang
dipinjamkan dan Allah
SWT menurunkan ayat
ini kepada mereka, setelah mereka mendengar ayat ini
mereka mengambil modal mereka saja tanpa mengambil ribanya.
Berkata Sadi: Ayat
ini diturunkan kepada
Abbas dan Khalid bin Walid. Mereka melakukan kerjasama
pada masa Jahiliyah. Mereka meminjamkan
uang kepada orang-orang
dari Bani Tsaqif.
Ketika Islam datang mereka
memiliki harta berlimpah
yang berasal dari usaha riba, maka Allah menurunkan ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Maka Nabi
SAW bersabda:
“Ketahuilah
setiap riba dari riba jahiliyah telah dihapuskan dan riba pertama yang saya
hapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthollib”.[9]
F.
Tafsir Ayat
Tatkala
Allah menyebutkan tentang kondisi orang-orang yang bersedekah dan apa yang
mereka dapatkan disisi Allah dari segala kebaikan dan digugurkannya kesalahan
dan dosa-dosa mereka. Lalu Allah menyebutkan tentang orang-orang yang zhalim
para pemakan riba dan memiliki muamalah yang licik, dan Allah mengabarkan bahwa
mereka akan diberi balasan menurut perbuatan mereka. Untuk itu, sebagaimana
mereka saat masih di dunia dalam mencari penghidupan yang keji seperti
orang-orang gila, mereka disiksa di alam barzakh di hari kiamat, bahwa mereka
tidak akan bangkit dari kubur mereka hingga hari Kebangkitan dan hari
berkumpulnya makhluk, “melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
setan lantaran (tekanan) penyakit gila”. Maksud, dari kegilaan dan
kerasukan itu adalah siksaan, penghinaan dan dipamerkannya segala dosanya,
sebagai balasan untuk mereka atas segala bentuk riba mereka dan kelancangan
mereka dengan berkata,”sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”.
Mereka menyatukan dengan kelancangan mereka antara apa yang dihalalkan oleh Allah
dengan apa yang diharamkan oleh-Nya hingga mereka membolehkan riba dengan dianggap
suatu yang halal.[10]
G.
Kandungan
Hukum
Allah
menceritakan bahwa seorang pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat
layaknya orang gila yang mengamuk seperti kesurupan setan. Ibnu Jarir
meriwayatkan dari Ibnu Abbas juga berkata pada hari kiamat akan dikatakan
kepada pemakan riba, “Ambillah senjatamu untuk berperang! (Allah dan Rasul-Nya
menantang mereka untuk berperang dengan-Nya dikarenakan mereka tidak berkenan
untuk meninggalkan sisa riba dan mereka tidak memiliki senjata apapun selain
berharap perlindungan dari azab Allah) Ibnu Abbas membaca ayat ke 275 dari
surat Al Baqarah tersebut, lalu dikatakan juga hal itu terjadi pada saat mereka
dibangkitkan dari kubur”.
Allah
menegaskan bahwa telah dihalalkan jual-beli dan diharamkan riba. Orang-orang
yang membolehkan riba dapat ditafsirkan sebagai pembantahan hukum-hukum yang
telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Riba yang
dahulu telah dimakan sebelum turunya firman Allah ini, apabila pelakunya
bertobat, tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya dan dimaafkan oleh Allah.
Sedangkan bagi siapa saja yang kembali lagi kepada riba setelah menerima
larangan dari Allah, maka mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di
dalamnya.[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Valuta asing merupakan mata uang luar negeri yang
digunakan setelah terjadi perdagangan internasional maka tiap negara
membutuhkan valuta asing sebagai alat pembayaran luar negeri yang dalam dunia perdagangn disebut devisa.
2. -Tidak
spekulasi (untung-untungan).
-Ada kebutuhan
transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
-Apabila transaksi
dilakukan terhadap mata uang sejenis, maka nilainya harus sama dengan secara
tunai.
-Apabila berlainan
jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat
transaksi dilakukan dan secara tunai.
3. Dalil yang mendasari valuta asing adalah dari
al-Qur’an Qs. Al-Baqarah: 275 dan Hadits.
B.
Saran
Dalam
penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang
menyebabkan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Oleh karena
itu, penulis mengharap sumbang kritik dan saran yang membangun yang nantinya
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun seluruh pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Depardemen
Agama RI. Al Qur’an Dan Terjemahannya hlm. 86-87.
Soemitra,
Andri. 2009. Bank Lembaga Keuangan
Syari’ah. Jakarta: Prenadamedia group.
Rusyd,
Ibnu. 1989.Bidayat Al-Mujtahid Wa Nihayat
Al-Muqtasid, Juz III, Cet 1. kairo: al-Maktabah al-Kulliyat al-Ashariyah.
http://www.syaria’ahonline.com/v2/fatwa/MUI/2764-fatwa-MUI-tentang
-trading-forex.html
[2]Andri Soemitra, Bank Lembaga
Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia group, 2009), hlm.230.
[4].http://koneksi-indonesia.org/2014/hadits-hadits-tentang-riba-bahayanya-dampaknya-terhadap-ekonomi-dan-dosa-dosanya/ (di akses tanggal 3 mei 2016).
[5]
http://www.syaria’ahonline.com/v2/fatwa/MUI/2764-fatwa-MUI-tentang
-trading-forex.html
[6]Ibnu Rusyd, bidayat al-mujtahid
wa nihayat al-Muqtasid, Juz III, Cet 1 (kairo: al-Maktabah al-Kulliyat
al-Ashariyah, 1989), hlm.320.
[7]http://tafakurfiqolbi.blogspot.co.id/2012/06/tafsir-ayat-ayat-riba.html?m= (di akeses tanggal 3 mei 2016)
[8]https://al-Qur’anmulia.wordpress.com/2015/04/30/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-baqarah-ayat-275 (di akses tanggal 3 mei 2016)
[9]http://tafakurfiqolbi.blogspot.co.id/2012/06/tafsir-ayat-ayat-riba.html?m= (di akses tanggal 3 mei 2016)_
[10]http://tafakurfiqolbi.blogspot.co.id/2012/06/tafsir-ayat-ayat-riba.html?m= (di akses tanggal 3 mei 2016)
[11]https://banksyariahindp.wordpress.com/2011/10/23/tafsir-al-baqarah-ayat-275/ (di akses tanggal 3 mei 2016)