BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Bank Syariah merupakan salah satu
lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.
Aktivitas bisnis dengan perbankan syariah dapat dilakukan dari dua sisi, sisi
pertama yaitu penyimpanan dana dan di sisi lain adalah penggunaan dana. Untuk
menyimpan dana di perbankan syariah ada dua konsep yang dapat digunakan.
Pertama konsep titipan, kedua konsep investasi.Pada tema kali ini, kita hanya
membahas tentang konsep titipan. Pada konsep titipan, kita sebagai penyimpan
dana menitipkan dana di perbankan syariah dan akan kita ambil jika kita
membutuhkan. Sebagaimana konsep titipan pada umumnya maka segala ketentuan umum
mengenai titipan berlaku.Ketentuan penting yang berlaku adalah uang yang
dititipkan dapat ditarik sewaktu-waktu dan pihak penerima titipan tidak wajib
memberikan imbalan kepada penitip.Salah satu produk perbankan syariah yang termasuk
ke dalam konsep titipan ini adalah giro. Secara umum yang dimaksud dengan giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya,
atau dengan pemindah bukuan.Adapun yan di maksud dengan giro syari’ah
adalah giro yang di jalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Dalam hal
ini, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dimana telah mengeluarkan fatwa, yang
menyatakan bahwa giro yang di benarkan secara syari’ah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan prinsipnya yaitu; dikenal dengan
istilah giro wadiah dan giro mudharabah.[1]
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian giro syari’ah?
2.
Ayat apa yang terkait dengan giro?
3.
Bagaimana kandungan hukum tentang giro?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu giro syari’ah.
2. Untuk mengetahui ayat yang terkait dengan
giro.
3. Untuk mengetahui isi
kandungan dari ayat yang terkait dengan giro.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum, yang di maksud dengan
giro adalah simpanan yang penarikannya dapat di lakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah layanan lainnya, atau dengan
pemindah bukuan.Adapun yan di maksud dengan giro syari’ah adalah giro yang di
jalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Dalam hal ini, Dewan Syari’ah
Nasional (DSN) dimana telah mengeluarkan fatwa, yang menyatakan bahwa giro yang
di benarkan secara Syari’ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsipnya
yaitu; dikenal dengan istilah giro wadiah
dan giro mudharabah.[2]
Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil
dengan ketentuan penitip dana mengizinkan kepada bank untuk memanfaatkan dana
yang dititipkan tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu-waktu
penitip mengambil dana tersebut.
Dari pemaparan diatas, dapat dinyatakan beberapa ketentuan
umum girowadiah sebagai berikut :
a)
Dana wadiah dapat digunakan oleh Bank untuk kegiatan
komersial dengan syarat bank harus menjamin
pembayaran kembali nominal dana wadiah
tersebut.
b)
Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik
atau di tanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung
kerugian. Bank dimungkinkan diberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu
insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan di muka.
c)
Pemilik danawadiah dapat menarik kembali dananya
sewaktu-waktu (on call), baik sebagian ataupun seluruhnya.[3]
Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan instrumen penghimpunan dana melalui produk giro yang menggunakan
akad mudharabah.[4]
Mudharabah
mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlak dan mudharabah
muqayyadah yang perbedaan utama diantara keduanya terletak ada atau
tidaknya persyaratan yang diberika pemilik dana kepada Bank dalam mengelola
hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun objek investasinya. Dalam hal
ini, bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sednagkan
nasabah bertindak sebagai shahibulmal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya
asebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah serta mngembangkannya, termasuk
melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. dengan demikian Bank
Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagi seorang wali
amanah (truste), yakni harus berhati-hati atas bijaksana serta beriktikat
baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan
atau kelalaian. Disamping itu Bank Syariah juga bertindak sebagai usaha dari
usaha bisnis pemilik dan yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal
mungkin tanpa melanggar aturan Syariah. Dari hasil pengelolaan danamudharabah,
Bank Syariah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati dan dituangakan dalam akad pembukaan rekening. Dalam
pengelolaan dana tersebut Bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang
bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun apabila yang terjadi misgement
(salah urus), Bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut. Dalam
mengelola harta mudharabah, Bank menutup biaya operasional giro degan
menggunakan nisbah keuntung yang menjadi haknya, disamping itu Bank
tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah giro tanpa
persetujuan yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil
giro mudharabah dibebankan langsung kerekening giro mundharabah
pada saat perhitungan bagi hasil.perhitungan bagi hasil giro mudaharabah
dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitungditiap akhir bulan
adan di buku awal bulan berikutnya.[5]
1. Firman Allah SWT. QS. al-Baqarah
[2]: 283:
فَإِنْ
أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ
اللَّهَ رَبَّهُ[6]
2. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيهِنَّ الْبَرَكَةُ، الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ،
وَالْمُقَارَضَةُ، وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيرِ، لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ .رواه
ابن ماجه عن صهيب[7]
C. Terjemahan
1.
“Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya.” (QS. al-Baqarah: 283)[8]
2. “Nabi
bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah”( mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).[9]
D. Makna mufradat
MUFRADAT
|
MAKNA
|
فَ[10]
|
Maka/Kemudian
|
إِنْ[11]
|
Jika
|
أَمِنَ[12]
|
)Aman(, Mempercayai
|
بَعْضُكُمْ بَعْضًا[13]
|
Satu sama lain
|
فَ[14]
|
Maka/kemudian
|
Hendaklah
|
|
الَّذِي[16]
|
Yang
|
اؤْتُمِنَ[17]
|
Dipercayai itu
|
أَمَانَتَهُ[18]
|
Menunaikan amanatnya
|
وَ[19]
|
Dan
|
لْيَتَّقِ[20]
|
hendaklah ia bertakwa
|
اللَّهَ رَبَّه[21]
|
Kepada Allah Tuhannya
|
E.
Munasabat Ayat
Hubungan Qs. Al Baqarah ayat 282
dengan Qs. Al Baqarah ayat 283. Dalam surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan
bahwa apabila orang yang melaksanakan hutang piutang, maka hendaklah ditulis
dan di datangkan lah saksi. Dan pada Surat Al Baqarah ayat 283 hendaklah orang
yang dipercaya sebagai penulis dalam transaksi hutang piutang berlaku jujur.[22]
Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 280, 282 & 283
Diriwayatkan oleh Ar-Rabi' bahwa ayat ini diturunkan ketika seorang laki-laki
mencari saksi di kalangan orang banyak untuk meminta persaksian mereka, tetapi
tidak seorang pun yang bersedia. Menurut
suatu pendapat yang dimaksud dengan "janganlah mereka enggan" ialah
janganlah mereka enggan menerima permintaan menjadi saksi dan
melaksanakannya.Enggan melakukan keduanya itu hukumnya haram.Hukum melakukan
persaksian itu fardu kifayah. Kemudian Allah SWT. menjelaskan lagi
perintah-Nya, agar orang-orang yang beriman jangan malas dan jangan jemu
menuliskan perjanjian yang akan dilakukannya baik kecil maupun besar dan
dijelaskan syarat-syarat dan waktunya. Dalam ayat ini Allah mendahulukan
menyebut "yang kecil" dari "yang besar", karena kebanyakan
manusia selalu memandang enteng dan menganggap mudah perjanjian yang kecil.
Orang yang bermudah-mudah dalam perjanjian yang kecil tentu ia akan
bermudah-mudah pula dalam perjanjian yang besar. Dari ayat ini juga dapat
dipahamkan bahwa Allah memperingatkan kepada manusia agar berhati-hati dalam
persoalan hak dan kewajiban, sekalipun hak dan kewajiban itu kecil.Pada akhir
ayat ini Allah swt.memerintahkan agar manusia bertakwa kepada-Nya dengan
memelihara diri supaya selalu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menghentikan
larangan-larangan-Nya. Dia mengajarkan kepada manusia segala yang berguna
baginya, yaitu cara-cara memelihara harta, cara menggunakannya sedemikian rupa
sehingga menimbulkan ketenangan bagi dirinya dan orang-orang yang membantunya
dalam usaha mencari dan menggunakan harta itu. Allah mengetahui segala sesuatu
yang diperbuat manusia, dan Dia akan memberi balasan sesuai dengan perbuatan
itu.[23]
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي
اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)
Jika
kedua belah saling mempercayai, boleh saja mereka bersepakat tidak memerlukan
jaminan. Al-Sya’fiy mengatakan:
الْبُيُوع ثَلاثَة بَيْع شُهُود
وَكِتاب وَبَيْع بِرِهَان مَقْبُوْضَة وَبَيْع بِالاَمَانة وَقَرأ آيَة الدَّيْن
Bertransaksi
perniagaan bisa dengan tiga hal (1) mengguanakn saksi dan bukti tertulis, (2)
utang piutang dengan jaminan atau pergadaian, (3) melalui kepercayaan atau
salaing mepercayai. Kemudian beliau membaca ayat tentang utang piutang
(Qs.2:282-283).
Namun
yang punya utang mesti dapat dipercaya, jangan sampai berkhianat. Memperlambat
bayar utang, padahal telah mampu membayarnya, merupakan perbuatan zhalim. Rasul
SAW bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ فَإِذَا
أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
Orang yang mampu, menangguhkan bayar utang merupakan
kezhaliman. Jika di antaramu diserahi orang yang mampu, maka terimalah.Hr. al-Bukhari dan Muslim.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa (1) memperlambat bayar
utang, padahal sudah punya untuk membayarnya, sama dengan berbuat zhalim,
(2) jika yang punya utang melimpahkan tanggung jawabnya kepada yang
mampu, boleh saja diterima.
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى
اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa yang meminjam harta orang lain,
kemudian berusaha ingin membayarnya, Allah akan memberikan kemudahan untuk
membayarnya. Barangsiapa yang meminjamnya untuk merusaknya, maka Allah akan
merusaknya.”Hr. al-Bukhari.
Berdasar hadits ini orang yang meminjam sesuatu pada orang
lain dan tidak bermaksud membayarnya, maka akan menderita kesulitan untuk
membayarnya. Sebaliknya orang yang berkeinginan keras untuk membayar utang,
Allah akan memberikan kemudahan. Jika sampai akhir hayat belum dibayar, maka
akan menjadi beban berkepanjangan. Rasul SAW bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ
حَتَّى يُقْضَى عَنْه
“Jiwa
seorang mu`min terikat dengan utangnya hingga dibayar.”Hr. al-Syafi’iy, al-Turmudzi.
Rasul
SAW enggan melakukan shalat jenazah yang meninggalkan utang, sehingga ada yang
menanggungnya untuk membayar.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ الْمُتَوَفَّى عَلَيْهِ الدَّيْنُ
فَيَسْأَلُ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ فَضْلًا فَإِنْ حُدِّثَ أَنَّهُ تَرَكَ
لِدَيْنِهِ وَفَاءً صَلَّى وَإِلَّا قَالَ لِلْمُسْلِمِينَ صَلُّوا عَلَى
صَاحِبِكُمْ فَلَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْفُتُوحَ قَالَ أَنَا أَوْلَى
بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ
فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ
“Dari Abi hurairah diriwayatkan bahwa dihadapkan kepada
Rasul SAW seseorang yang wafat meninggalkan utang.Beliau bertanya kepada
keluarganya apakah al-marhum meninggalkan harta untuk membayar utang? Jika
dikatakan bahwa al-marhum punya harta untuk membayarnya, maka
beliau langsung menyolatinya. Jika ternyata al-marhum tidak punya
harta untuk membayar utangnya, maka Rasul bersabda: Shalatlah kailan untuk
shahabat kalian! Namun tatkala Allah SWT memberikan kemenangan di berbagai
peperangan, Rasul bersabda aku adalah wali bagi orang mu`min. Barangsiapa yang
mempunyai utang aku membayarkannya.Barang siapa yang meninggalkan harta, maka
untuk ahli wrisnya.”Hr. al-Bukhari dan Muslim.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa Rasul enggan melakukan
shalat jenazah al-marhum yang meninggalkan utang.Orang yang punya utang, shalat
jenazahnya diserahkan kepada shahabat. Ketika telah berhasil meraih
kemenangan, utang al-Marhum dibayar terlebih dahulu oleh harta yang telah
terkumpul di tangan Rasul SAW. Hal ini menunjukkan betapa penting membayar
utang sebelum menghadapi kematian. Harta warisan pun, sebagaimana dikemukan dalam
surat al-nisa: 11-12, baru bisa dibagikan apabila telah terpenuhi membayar
utang.
وَلْيَتَّقِ
اللهَ رَبَّهُ “dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah TuhanNya.”
Oleh karena itu hendaklah semua pihak
bertaqwa kepada Allah SWT, jangan ada yang berkhianat kepada sesamanya.
Perintah taqwa disiapkan dalam urusan utang piutang, mangandung perintah waspada
terhadap orang yang punya uang dalammemberi pinjaman.Juga memberikan bimbingan
agar yang punya utang disiplin membayar.Orang yang melalaikan utang, berarti tidak bertaqwa.
Giro
ada dua jenis:
1.
Giro yang tidak dibenarkan secara
syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.
2.
Giro yang dibenarkan secara
syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Ketentuan Umum Giro berdasarkan
Mudharabah:
1.
Dalam transaksi ini nasabah
bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak
sebagai mudharibatau pengelola dana.
2.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib,
bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan
pihak lain.
3.
Modal harus dinyatakan dengan
jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4.
Pembagian keuntungan harus
dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5.
Bank sebagai mudharib menutup biaya
operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6.
Bank tidak diperkenankan mengurangi
nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketentuan Umum
Giro berdasarkan Wadi’ah:
1.
Bersifat titipan.
2.
Titipan bisa diambil kapan saja (on
call ).
3.
Tidak ada imbalan yang disyaratkan,
kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak
Bank.[24]
BAB III
PENUTUP
1. Adapun yang di
maksud dengan giro syari’ah adalah giro yang di jalankan berdasarkan
prinsip-prinsip syari’ah.
2. Surah
yang terkait tentang giro syari’ah ialah surah an-Nisa’ ayat 283.
3. Giro
yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan
bunga. Dan Giro yang dibenarkan secara
syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Bagi para pembaca makalah kami ini, jika ada yang kurang
jelas, ragu atau merasa tidak pas terhadap ayat yang kami cantumkan. Silahkan
para pembaca lihat pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional tentang giro yang telah
kami lampirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarma,Karim,Bank
Islam,Jakarta:PT.Raja Grafindo,2011.
Al-Qur’an terjemah surah al-Baqaroh ayat 283.
Askarya,Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta:PT.Raja
Grafindo, 2011.
Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional No: 01/Dsn-Mui/Iv/2000 Tentang GIRO
Yaya Rizal,Akutansi Perbankan Syari’ah,Jakarta:Salemba
Empat,2009.
http://maphiablack.blogspot.co.id/2012/12/tafsir-al-quran-terkait-utangpinjaman.html-04-05-2016
http://saifuddinasm.com/2012/11/09/al-baqarah283-persaksian-dan-jaminan-dan-utang-piutang/20-052016
Al-Margahi
(1365H), tafsir al-Maraghi, III h.78
LAMPIRAN_
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 01/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
G I R O
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 01/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
G I R O
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
DewanSyari’ah Nasional setelah;
Menimbang:
A. Bahwa keperluan
masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang investasi, pada
masa kini, memerlukan jasa perbankan; dan salah satu produk perbankan di bidang
penghimpunan dana dari masyarakat adalah giro, yaitu simpanan dana yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan penggunaan cek, bilyet giro,
sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan;
B. Bahwa kegiatan giro tidak semuanya
dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah);
C. Bahwa oleh
karena itu, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) memandang perlu menetapkan fatwa
tentang bentuk-bentuk mu’amalah syar’iyah untuk dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan giro pada bank syari’ah.
Mengingat :
1. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]:
283:
فَإِنْ
أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ
اللَّهَ رَبَّهُ
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
3. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”.
4. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan….”
5. Hadis Nabi riwayat al-Thabrani:
كَانَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ إِذَا دَفَعَ مَالًا مُضَارَبَةً اشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِلَا
يَسْلُكُ بِهِ بَحْرًا، وَلَا يَنْزِلُ بِهِ وَادِيًا، وَلَا يَشْتَرِي بِهِ ذَاتَ
كَبِدٍ رَطْبَةٍ، فَإِنْ فَعَلَ فَهُوَ ضَامِنٌ، فَرَفَعَ شَرْطَهُ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَجَازَهُ .رواه الطبراني فى الأوسط عن ابن عباس
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيهِنَّ الْبَرَكَةُ، الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ،
وَالْمُقَارَضَةُ، وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيرِ، لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ .رواه
ابن ماجه عن صهيب
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah ( mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ
المُسْلِمِينَ، إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا،
وَالمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ
أَحَلَّ حَرَامًا .رواه الترمذي عن عمرو بن عوف
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma.
Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta
anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai
ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,1989, 4/838).
9. Qiyas.
Transaksi mudharabah , yakni penyerahan sejumlah harta (dana, modal) dari
satu pihak (malik, shahib al-mal) kepada pihak lain (‘amil, mudharib )
untuk diperniagakan (diproduktifkan) dan keuntungan dibagi di antara mereka
sesuai kesepakatan, diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
10. Kaidah fiqh:
الْأَصْلُ فِي الْمُعَامَلَاتِ الْإِبَاحَةِ إلَّا أَن يَدُلَّ دَلِيلٌ عَلٰى تَحْرِيْمِهَا
“Pada dasarnya, semua bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
11. Para ulama
menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak
mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya, sementara itu tidak
sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam
memproduktifkannya. Oleh
karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.
Memperhatikan :
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan
Syari'ah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
FATWA
TENTANG GIRO
Pertama : Giro ada dua jenis:
1. Giro yang tidak dibenarkan secara
syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.
2. Giro yang dibenarkan secara
syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Kedua: Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah:
7. Dalam transaksi ini nasabah
bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak
sebagai mudharibatau pengelola dana.
8. Dalam
kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk
di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
9. Modal harus dinyatakan dengan
jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
10.
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
11.
Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
12.
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketiga: Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi’ah:
4. Bersifat titipan.
5. Titipan bisa diambil kapan saja (on
call ).
6. Tidak ada imbalan yang disyaratkan,
kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H.
1 April 2000 M
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
[1]Adiwarman
A.karim,Bank Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2011),hlm.339
[2]Ibid,
hlm.339
[3]Karim
Adiwarma,Bank Islam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo,2011),hlm.340
[4]Rizal
Yaya,Akutansi Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Salemba
Empat,2009),hlm.107-109
[5]Askarya,Akad
dan Produk Bank Syari’ah,(Jakarta:PT.Raja Grafindo, 2011),hlm.342
[6]Al-Qur’an
terjemah surah al-Baqaroh ayat 283.
[7]FatwaDewan Syari’ah NasionalNo: 01/Dsn-Mui/Iv/2000Tentang
GIRO
[8]Al-Qur’an
terjemah surah al-Baqaroh ayat 283.
[9]FatwaDewan Syari’ah NasionalNo: 01/Dsn-Mui/Iv/2000Tentang
GIRO
[10]حرف العطف للتررتيب, رابطة للجواب بالشرط
[11]تجزم المضارعين لفظا او المضيين محلا, إن شرط
[12]وثق به أمنه:
[14]حرف العطف للتررتيب, رابطة للجواب بالشرط
[15]فعل امر
[16]اسم موصول
[17]Kata اؤْتُمِنَ(fi’il madhi mabni maf’ul),
berasal dari kata إيتمن (Iman/percaya) fi’il madhi
mabni rafa’
[19]حرف العطف
[20]فعل مضارع
[23]
http://maphiablack.blogspot.co.id/2012/12/tafsir-al-quran-terkait-utangpinjaman.html-04-05-2016
[24]Fatwa dewan syari’ah nasional no: 01/dsn-mui/iv/2000 tentang
giro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar