Senin, 24 April 2017



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Bank Syariah merupakan salah satu lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. Aktivitas bisnis dengan perbankan syariah dapat dilakukan dari dua sisi, sisi pertama yaitu penyimpanan dana dan di sisi lain adalah penggunaan dana. Untuk menyimpan dana di perbankan syariah ada dua konsep yang dapat digunakan. Pertama konsep titipan, kedua konsep investasi.Pada tema kali ini, kita hanya membahas tentang konsep titipan. Pada konsep titipan, kita sebagai penyimpan dana menitipkan dana di perbankan syariah dan akan kita ambil jika kita membutuhkan. Sebagaimana konsep titipan pada umumnya maka segala ketentuan umum mengenai titipan berlaku.Ketentuan penting yang berlaku adalah uang yang dititipkan dapat ditarik sewaktu-waktu dan pihak penerima titipan tidak wajib memberikan imbalan kepada penitip.Salah satu produk perbankan syariah yang termasuk ke dalam konsep titipan ini adalah giro. Secara umum yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindah bukuan.Adapun yan di maksud dengan giro syari’ah adalah giro yang di jalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Dalam hal ini, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dimana telah mengeluarkan fatwa, yang menyatakan bahwa giro yang di benarkan secara syari’ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsipnya yaitu; dikenal dengan  istilah giro wadiah dan giro mudharabah.[1]
B.       Rumusan  masalah
1.    Apa pengertian giro syari’ah?
2.    Ayat apa yang terkait dengan giro?
3.    Bagaimana kandungan hukum tentang giro?

C.       Tujuan
1.  Untuk mengetahui apa itu giro syari’ah.
2.  Untuk mengetahui ayat yang terkait dengan giro.
3.  Untuk mengetahui isi kandungan dari ayat yang terkait dengan giro.       



BAB II
PEMBAHASAN

Secara umum, yang di maksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat di lakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah layanan lainnya, atau dengan pemindah bukuan.Adapun yan di maksud dengan giro syari’ah adalah giro yang di jalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Dalam hal ini, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dimana telah mengeluarkan fatwa, yang menyatakan bahwa giro yang di benarkan secara Syari’ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsipnya yaitu; dikenal dengan  istilah giro wadiah dan giro mudharabah.[2]
Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil dengan ketentuan penitip dana mengizinkan kepada bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu-waktu penitip mengambil dana tersebut.
Dari pemaparan diatas, dapat dinyatakan beberapa ketentuan umum  girowadiah sebagai berikut :
a)         Dana wadiah dapat digunakan oleh Bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus  menjamin pembayaran  kembali nominal dana wadiah tersebut.
b)        Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau di tanggung bank, sedang pemilik dana tidak  dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan diberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan di muka.
c)         Pemilik danawadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik sebagian ataupun seluruhnya.[3]
Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan instrumen penghimpunan dana melalui produk giro yang menggunakan akad mudharabah.[4]
Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlak dan mudharabah muqayyadah yang perbedaan utama diantara keduanya terletak ada atau tidaknya persyaratan yang diberika pemilik dana kepada Bank dalam mengelola hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun objek investasinya. Dalam hal ini, bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sednagkan nasabah bertindak sebagai shahibulmal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya asebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah serta mngembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. dengan demikian Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagi seorang wali amanah (truste), yakni harus berhati-hati atas bijaksana serta beriktikat baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaian. Disamping itu Bank Syariah juga bertindak sebagai usaha dari usaha bisnis pemilik dan yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan Syariah. Dari hasil pengelolaan danamudharabah, Bank Syariah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangakan dalam akad pembukaan rekening. Dalam pengelolaan dana tersebut Bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun apabila yang terjadi misgement (salah urus), Bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut. Dalam mengelola harta mudharabah, Bank menutup biaya operasional giro degan menggunakan nisbah keuntung yang menjadi haknya, disamping itu Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah giro tanpa persetujuan yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung kerekening giro mundharabah pada saat perhitungan bagi hasil.perhitungan bagi hasil giro mudaharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitungditiap akhir bulan adan di buku awal bulan berikutnya.[5]

B.  Teks ayat al-Qur’an
1.    Firman Allah SWT. QS. al-Baqarah [2]: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ[6]

2.      Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيهِنَّ الْبَرَكَةُ، الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيرِ، لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ .رواه ابن ماجه عن صهيب[7]

C.  Terjemahan
2.      “Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah”( mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’”  (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).[9]
D.  Makna mufradat
MUFRADAT
MAKNA
فَ[10]
Maka/Kemudian
إِنْ[11]
Jika
أَمِنَ[12]
)Aman(, Mempercayai
بَعْضُكُمْ بَعْضًا[13]
Satu sama lain
فَ[14]
Maka/kemudian
الْيُؤَدِّ [15]
Hendaklah
الَّذِي[16]
Yang
اؤْتُمِنَ[17]
Dipercayai itu
أَمَانَتَهُ[18]
Menunaikan amanatnya
وَ[19]
Dan

لْيَتَّقِ[20]
hendaklah ia bertakwa
اللَّهَ رَبَّه[21]
Kepada Allah Tuhannya

E.   Munasabat Ayat
Hubungan Qs. Al Baqarah ayat 282 dengan Qs. Al Baqarah ayat 283. Dalam surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan bahwa apabila orang yang melaksanakan hutang piutang, maka hendaklah ditulis dan di datangkan lah saksi. Dan pada Surat Al Baqarah ayat 283 hendaklah orang yang dipercaya sebagai penulis dalam transaksi hutang piutang berlaku jujur.[22]
F.   Asbab al-Nuzul
Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 280, 282 & 283 Diriwayatkan oleh Ar-Rabi' bahwa ayat ini diturunkan ketika seorang laki-laki mencari saksi di kalangan orang banyak untuk meminta persaksian mereka, tetapi tidak seorang pun yang bersedia. Menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan "janganlah mereka enggan" ialah janganlah mereka enggan menerima permintaan menjadi saksi dan melaksanakannya.Enggan melakukan keduanya itu hukumnya haram.Hukum melakukan persaksian itu fardu kifayah. Kemudian Allah SWT. menjelaskan lagi perintah-Nya, agar orang-orang yang beriman jangan malas dan jangan jemu menuliskan perjanjian yang akan dilakukannya baik kecil maupun besar dan dijelaskan syarat-syarat dan waktunya. Dalam ayat ini Allah mendahulukan menyebut "yang kecil" dari "yang besar", karena kebanyakan manusia selalu memandang enteng dan menganggap mudah perjanjian yang kecil. Orang yang bermudah-mudah dalam perjanjian yang kecil tentu ia akan bermudah-mudah pula dalam perjanjian yang besar. Dari ayat ini juga dapat dipahamkan bahwa Allah memperingatkan kepada manusia agar berhati-hati dalam persoalan hak dan kewajiban, sekalipun hak dan kewajiban itu kecil.Pada akhir ayat ini Allah swt.memerintahkan agar manusia bertakwa kepada-Nya dengan memelihara diri supaya selalu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menghentikan larangan-larangan-Nya. Dia mengajarkan kepada manusia segala yang berguna baginya, yaitu cara-cara memelihara harta, cara menggunakannya sedemikian rupa sehingga menimbulkan ketenangan bagi dirinya dan orang-orang yang membantunya dalam usaha mencari dan menggunakan harta itu. Allah mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia, dan Dia akan memberi balasan sesuai dengan perbuatan itu.[23]

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)
Jika kedua belah saling mempercayai, boleh saja mereka bersepakat tidak memerlukan jaminan. Al-Sya’fiy mengatakan:
الْبُيُوع ثَلاثَة  بَيْع شُهُود وَكِتاب وَبَيْع بِرِهَان مَقْبُوْضَة وَبَيْع بِالاَمَانة وَقَرأ آيَة الدَّيْن
Bertransaksi perniagaan bisa dengan tiga hal (1) mengguanakn saksi dan bukti tertulis, (2) utang piutang dengan jaminan atau pergadaian, (3) melalui kepercayaan atau salaing mepercayai. Kemudian beliau membaca ayat tentang utang piutang (Qs.2:282-283).
Namun yang punya utang mesti dapat dipercaya, jangan sampai berkhianat. Memperlambat bayar utang, padahal telah mampu membayarnya, merupakan perbuatan zhalim. Rasul SAW bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
Orang yang mampu, menangguhkan bayar utang merupakan kezhaliman. Jika di antaramu diserahi orang yang mampu, maka terimalah.Hr. al-Bukhari dan Muslim.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa (1) memperlambat bayar utang, padahal sudah punya untuk membayarnya, sama dengan berbuat zhalim, (2)  jika yang punya utang melimpahkan tanggung jawabnya kepada yang mampu, boleh saja diterima.
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa yang meminjam harta orang lain, kemudian berusaha ingin membayarnya, Allah akan memberikan kemudahan untuk membayarnya. Barangsiapa yang meminjamnya untuk merusaknya, maka Allah akan merusaknya.”Hr. al-Bukhari.
Berdasar hadits ini orang yang meminjam sesuatu pada orang lain dan tidak bermaksud membayarnya, maka akan menderita kesulitan untuk membayarnya. Sebaliknya orang yang berkeinginan keras untuk membayar utang, Allah akan memberikan kemudahan. Jika sampai akhir hayat belum dibayar, maka akan menjadi beban berkepanjangan. Rasul SAW bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْه
“Jiwa seorang mu`min terikat dengan utangnya hingga dibayar.”Hr. al-Syafi’iy, al-Turmudzi.
Rasul SAW enggan melakukan shalat jenazah yang meninggalkan utang, sehingga ada yang menanggungnya untuk membayar.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ الْمُتَوَفَّى عَلَيْهِ الدَّيْنُ فَيَسْأَلُ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ فَضْلًا فَإِنْ حُدِّثَ أَنَّهُ تَرَكَ لِدَيْنِهِ وَفَاءً صَلَّى وَإِلَّا قَالَ لِلْمُسْلِمِينَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَلَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْفُتُوحَ قَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ
“Dari Abi hurairah diriwayatkan bahwa dihadapkan kepada Rasul SAW seseorang yang wafat meninggalkan utang.Beliau bertanya kepada keluarganya apakah al-marhum meninggalkan harta untuk membayar utang? Jika dikatakan bahwa al-marhum punya harta untuk membayarnya, maka  beliau   langsung menyolatinya. Jika ternyata al-marhum tidak punya harta untuk membayar utangnya, maka Rasul bersabda: Shalatlah kailan untuk shahabat kalian! Namun tatkala Allah SWT memberikan kemenangan di berbagai peperangan, Rasul bersabda aku adalah wali bagi orang mu`min. Barangsiapa yang mempunyai utang aku membayarkannya.Barang siapa yang meninggalkan harta, maka untuk ahli wrisnya.Hr. al-Bukhari dan Muslim.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa Rasul enggan melakukan shalat jenazah al-marhum yang meninggalkan utang.Orang yang punya utang, shalat jenazahnya diserahkan kepada shahabat. Ketika telah berhasil  meraih kemenangan, utang al-Marhum dibayar terlebih dahulu oleh harta yang telah terkumpul di tangan Rasul SAW. Hal ini menunjukkan betapa penting membayar utang sebelum menghadapi kematian. Harta warisan pun, sebagaimana dikemukan dalam surat al-nisa: 11-12, baru bisa dibagikan apabila telah terpenuhi membayar utang.
وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُdan hendaklah ia bertakwa kepada Allah TuhanNya.”
Oleh karena itu hendaklah semua pihak bertaqwa kepada Allah SWT, jangan ada yang berkhianat kepada sesamanya. Perintah taqwa disiapkan dalam urusan utang piutang, mangandung perintah waspada terhadap orang yang punya uang dalammemberi pinjaman.Juga memberikan bimbingan agar yang punya utang disiplin membayar.Orang yang melalaikan utang, berarti tidak bertaqwa.
Giro ada dua jenis:
1.      Giro yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.
2.      Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah:
1.    Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai  shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai  mudharibatau pengelola dana.
2.    Dalam kapasitasnya sebagai  mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3.    Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4.    Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5.    Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6.    Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi’ah:
1.    Bersifat titipan.
2.    Titipan bisa diambil kapan saja (on call ).
3.    Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank.[24]

BAB III
PENUTUP
1.      Adapun yang di maksud dengan giro syari’ah adalah giro yang di jalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah.
2.      Surah yang terkait tentang giro syari’ah ialah surah an-Nisa’ ayat 283.
3.      Giro yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga. Dan Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.

Bagi para pembaca makalah kami ini, jika ada yang kurang jelas, ragu atau merasa tidak pas terhadap ayat yang kami cantumkan. Silahkan para pembaca lihat pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional tentang giro yang telah kami lampirkan.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarma,Karim,Bank Islam,Jakarta:PT.Raja Grafindo,2011.
Al-Qur’an terjemah surah al-Baqaroh ayat 283.
Askarya,Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta:PT.Raja Grafindo, 2011.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 01/Dsn-Mui/Iv/2000 Tentang GIRO
Yaya Rizal,Akutansi Perbankan Syari’ah,Jakarta:Salemba Empat,2009.
http://maphiablack.blogspot.co.id/2012/12/tafsir-al-quran-terkait-utangpinjaman.html-04-05-2016
http://saifuddinasm.com/2012/11/09/al-baqarah283-persaksian-dan-jaminan-dan-utang-piutang/20-052016 Al-Margahi (1365H), tafsir al-Maraghi, III h.78



LAMPIRAN_
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 01/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
G I R O

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

DewanSyari’ah Nasional setelah;
Menimbang:
A.      Bahwa keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang investasi, pada masa kini, memerlukan jasa perbankan; dan salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah giro, yaitu simpanan dana yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan penggunaan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan;
B.       Bahwa kegiatan giro tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah);
C.       Bahwa oleh karena itu, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) memandang perlu menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk mu’amalah syar’iyah untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan giro pada bank syari’ah.
Mengingat :
1.      Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.
2.      Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ

“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.

3.      Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”.
4.      Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

 “dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan….”

5.      Hadis Nabi riwayat al-Thabrani:
كَانَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِذَا دَفَعَ مَالًا مُضَارَبَةً اشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِلَا يَسْلُكُ بِهِ بَحْرًا، وَلَا يَنْزِلُ بِهِ وَادِيًا، وَلَا يَشْتَرِي بِهِ ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ، فَإِنْ فَعَلَ فَهُوَ ضَامِنٌ، فَرَفَعَ شَرْطَهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَجَازَهُ .رواه الطبراني فى الأوسط عن ابن عباس

“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada  mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”  (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
6.      Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيهِنَّ الْبَرَكَةُ، الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيرِ، لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ .رواه ابن ماجه عن صهيب
                      
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah ( mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).


7.      Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِينَ، إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا، وَالمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا .رواه الترمذي عن عمرو بن عوف

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8.      Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang,  mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily,  al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,1989, 4/838).
9.      Qiyas. Transaksi  mudharabah , yakni penyerahan sejumlah harta (dana, modal) dari satu pihak (malik, shahib al-mal) kepada pihak lain  (‘amil, mudharib ) untuk diperniagakan (diproduktifkan) dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan, diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
10.  Kaidah fiqh:

الْأَصْلُ فِي الْمُعَامَلَاتِ الْإِبَاحَةِ إلَّا أَن يَدُلَّ دَلِيلٌ عَلٰى تَحْرِيْمِهَا
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
11.  Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya, sementara itu tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.
Memperhatikan :
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000.
MEMUTUSKAN

Menetapkan:
FATWA TENTANG GIRO
Pertama : Giro ada dua jenis:
1.    Giro yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.
2.    Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Kedua: Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah:
7.    Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai  shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai  mudharibatau pengelola dana.
8.    Dalam kapasitasnya sebagai  mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
9.    Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
10.              Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
11.              Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
12.              Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketiga: Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi’ah:
4.    Bersifat titipan.
5.    Titipan bisa diambil kapan saja (on call ).
6.    Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H.
1 April 2000 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA




[1]Adiwarman A.karim,Bank Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2011),hlm.339
[2]Ibid, hlm.339
[3]Karim Adiwarma,Bank Islam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo,2011),hlm.340
[4]Rizal Yaya,Akutansi Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Salemba Empat,2009),hlm.107-109
[5]Askarya,Akad dan Produk Bank Syari’ah,(Jakarta:PT.Raja Grafindo, 2011),hlm.342
[6]Al-Qur’an terjemah surah al-Baqaroh ayat 283.
[7]FatwaDewan Syari’ah NasionalNo: 01/Dsn-Mui/Iv/2000Tentang GIRO
[8]Al-Qur’an terjemah surah al-Baqaroh ayat 283.
[9]FatwaDewan Syari’ah NasionalNo: 01/Dsn-Mui/Iv/2000Tentang GIRO
[10]حرف العطف للتررتيب, رابطة للجواب بالشرط
[11]تجزم المضارعين لفظا او المضيين محلا, إن شرط
[12]وثق به أمنه:
[13]Di ambil dari kata بعضهم بعضاhanya saja beda dalam dhamir
[14]حرف العطف للتررتيب, رابطة للجواب بالشرط
[15]فعل امر
[16]اسم موصول
[17]Kata اؤْتُمِنَ(fi’il madhi mabni maf’ul), berasal dari kata إيتمن (Iman/percaya) fi’il madhi mabni rafa’
[18]Berasal dari kataالأمانة(segala yang diperintah Allah keapda hamba-Nya.)
[19]حرف العطف
[20]فعل مضارع
[21]Mubtada’اللَّهَkhobar رَبَّه(mudhaf & mudhaf ‘ilaih)
[23] http://maphiablack.blogspot.co.id/2012/12/tafsir-al-quran-terkait-utangpinjaman.html-04-05-2016
[24]Fatwa dewan syari’ah nasional no: 01/dsn-mui/iv/2000 tentang giro.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar