Senin, 24 April 2017

logika artikel



PRINSIP-PRINSIP DASAR LOGIKA
Faisol, Maulidi & Sofianto

 ABSTRAK
Pikiran adalah benda kodrat, maka berlaku juga hukum-hukum yang mengikat semua benda kodrat, semua ada khusus (semua beings). Hukum-hukum tadi adalah pangkalan yang tidak boleh dan tidak dapat diabaikan. Apabila orang mengabaikannya, hanya kekacauanlah yang akan didapat. Prinsip-prinsip ini juga disebut prinsip-prinsip formal Karena merupakan prinsip-prinsip yang menjamin terlaksananya proses pemikiran dengan benar.
Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar karena prinsip-prinsip tersebut demikian bersahaja, mudah dan cepat dilihat. Dengan membandingkan suatu benda dengan dirinya sendiri atau dengan membandingkan ada khusus dan bukan khusus dengan sangat mudah.
Prinsip-prinsip dasar logika ada empat yang terdiri atas tiga prinsip dari Aristoteles dan satu prinsip dari George Leibnez seorang filsuf di Jerman.

Kata Kunci: Prinsip-prinsip, Dasar, Ilmu, Logika.

PENDAHULUAN
Dengan cepatnya perkembangan zaman terkadang manusia sebagai makhluk sosial mengabaikan tentang ilmu logika padahal dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan kita harus mengembangkan pola pikir tentang logika terutama mengenai prinsip dasar ilmu logika.
Sudah kita ketahui logika mempelajari hukum-hukum patokan-patokan dan rumus-rumus berfikir. Psikologi juga membicarakan aktivitas berfikir, karena itu kita hendaknya berhati-hati melihat persimpangan dengan logika. Psikologi mempelajari pikiran dan kerjanya tanpa meninggung sama sekali urusan benar salah. Sebaliknya urusan benar dan salah menjadi masalah pokok dalam logika. Logika tidak mempelajari cara berfikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis. Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola pikir klompok, kecendrungan pribadi, pergaulan dan sugesti  juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau penyataan keheranan dan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan argumen yang secara selintas kelihatan benar untuk memutar balikkan kenyataan denga tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan.[1]
 Karena dalam kenyataannya manusia manusia tidak mungkin lepas dari berfikir, dari pikiran inilah yang menyebabkan banyaknya perbedaan teori, yang sulit untuk menentukan masing-masing yang benar dan yang salah.
Pengetahuan tentang prinsip-prinsip logis sebuah penalaran tihak memadai bahkan sering terlihat orang memaksakan prinsip-prinsip tersebut untuk menarik kesimpulan yang tidak relevan atau mempergunakan kata-kata yang memiliki makan lebih dari satu. Oleh karenanya, kita perlu mempelajari dan memahami adanya kemungkinan sesat pikir yang sering muncul dalam proses berfikir kita.
Oleh karenanya kita harus tau prinsip-prinsip dasar dari pada ilmu logika agar kita dapat berfikir dengan benar dan dapat membedakan mana bernalar yang salah dan yang benar.

Deskripsi Prinsip Dasar Logika
A.    Prinsip-Prinsip Dasar Logika
Pikiran adalah benda kodrat, maka berlaku juga hukum-hukum yang mengikat semua benda kodrat, semua ada khusus (semua beings). Hukum-hukum tadi adalah pangkalan yang tidak boleh dan tidak dapat diabaikan. Apabila orang mengabaikannya, hanya kekacauanlah yang akan didapat. Prinsip-prinsip ini juga disebut prinsip-prinsip formal Karena merupakan prinsip-prinsip yang menjamin terlaksananya proses pemikiran dengan benar.[2]
Prinsip dasar dalam ilmu logika adalah semua kebenaran yang dianggap benar oleh logika. Semua pikiran harus didasarkan atas kebenaran itu agar penalaran kita falid. Mehra dan burhan menyebutkan bahwa prinsip-prinsip atau hukum-hukum dalam logika dikemukakan oleh para pakar pikir dengan istilah yang berbeda. Uberweg menyebutkan “Axioms of Inference” sedangkan Mill menamainya “Universal Postulates of All Reasionings”.
 Setiap cabang ilmu pengetahuan didasarkan atas prinsip-prinsip dasar tertentu. Prinsip dasar dalam logika adalah segala kebenaran yang dalam logika dianggap benar dan semua pemikiran harus didasarkan atas kebenaran ini supaya pikiran itu valid. Dalam aktivitas berpikir, prinsip dasar ini tidak boleh dilupakan agar jalan pikiran kita benar. Menurut Mehra (1988:15) terdapat empat macam prinsip dasar dalam logika, yaitu: 1) hukum identitas, hukum ini berbunyi, ”Suatu benda adalah benda itu sendiri.” Hukum ini menyatakan bahwa sesuatu benda adalah benda itu sendiri, tak mungkin yang lain. Artinya, arti suatu benda tetap sama selama benda itu dibicarakan atau dipikirkan; 2) hukum kontradiksi, hukum ini berbunyi, ”Suatu benda tidak dapat merupakan benda itu sendiri dan benda yang lain pada waktu yang bersamaan.” Maksudnya, dua sifat yang berlawanan tidak mungkin ada pada suatu benda pada waktu dan tempat yang sama; 3) hukum penyisihan jalan tengah, hukum ini berbunyi, ”Segala sesuatu haruslah positif atau negatif”. Artinya, dua sifat yang berlawanan tak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda. Dengan kata lain, salah satu dari dua sifat yang berlawanan mestilah benar bagi suatu benda; 4) hukum cukup alasan, hukum ini berbunyi, ”Adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu”. Hukum ini merupakan tambahan terhadap hukum identitas. Perubahan arti suatu istilah dimungkinkan terjadi asal disertai dengan alasan yang cukup.[3]
Hukum-hukum, asas-asas, patokan-patokan logika membimbing akal menempuh jalan yang paling efesien untuk menjaga kemungkinan salah dalam berfikir. Lantas apakah arti benar itu?
Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Kita akan berkata bahwa proposisi berikut adalah salah: batu hitam tenggelam dalam air raksa; batu lebih ringan dari pada kapuk; kepada nabi musa allah menurunkan kitab al-Qur’an. Sebaliknya kita mengakui kebenaran dari proposisi berikut: bumi bergerak mengelilingi matahari; napoleon adalah panglima perang yang ulung; besi lebih berat dari pada air tawar. Apakah dasar kita menentukan demikian itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah sessuai tindaknya proposisi-proposisi itu dengan kenyataan sesungguhnya.
Ukuran kebenaran kedua adalah adanya persesuaian atau tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu pertanyaan dikatakan benar manakala ia tidak mengandung pertentangan dari awal hingga akhir. Pernyataan serup: ia adalah seorang jujur yang suka menipu; fatimah adalah seorang bisu yang pandai berdebat; diantara bentuk yang bulat adalah bentuk segi, adalah pernyataan memperkosa prinsip yang disebut pertama oleh yang kemudian.
Juga salah, cara berfikir: semua orang kauman adalah muslim, budi orang kauman, maka budi adalah katholik; semua filosof itu cerdas, al-farabi adalah filosof, maka ia bodoh; semua mahasiswa IAIN berpeci, hasan adalah mahsiswa IAIN, maka hasan berdasi.
Pertentangan dalam pemikiran tidak saja terdapat dalam pernyataan yang pendek seperti terlihat dengan adanya dua kata yang bertentangan atau dalam pengambilan kesimpulan yang keliru tetapi juga dalam uraian yang panjang. Seorang hakim yang cerdas akan melihat tidak adanya persesuaian isi tertuduh meskipun berpuluh-puluh halaman panjangnya.
Pertentangan dalam pemikiran juga terdapat dalam pernyataan yang tidakndapat ditangkap pengertiannya. Pernyataan yang dimaksud adalah seperti:Tuhan dapat memasukkan benda volume 50 cm3 kedalam benda bervolume 10 cm3; Tuhan dapat mencipta makhluk yang tidak mempunyai sifat-sifat kemahlukan; tuahan dapat menciptakan atom yang lebih besar dari mulekulnya; tuahan dapat membuat tongkat berujung satu.
Pernyataan serupa ini yang sering menjadi permasalahan dalam ilmu  kalam, sesungguhnya tidak perlu dirisaukan seandainya kita menengok sejenak kepada logika. Bagi logika pernyataan tersebut adalah salah karena tidak menghadirkan maksud yang bulat. Pernyataan tersebut sama salahnya dengan pernyaan: ia adalah seorang buta huruf yang pandai membaca.[4]
 Prinsip atau hukum adalah pernyataan yang mengandung kebenaran universal; sebaliknya ada kebenaran khusus, yaitu kebenaran yang hanya berlaku bagi beberapa hal saja.
            Setiap cabang ilmu pengetahuan pasti mempunyai prinsip dasar tertentu, tak terkecuali dengan logika. Prinsip dasar dalam logika adalah segala kebenaran yang dalam logika dan semua pemikiran kita harus didasarkan pada kebenaran ini supaya pikiran itu valid.
            Aristoteles merumuskan tiga buah prinsip/hukum, yakni hukum identitas, hukum kontradiksi, dan hukum penyisihan jalan tengah.

A.1. Makna Pincipium Identitatis (Prinsip Identitas)
Adalah hukum yang berbunyi, “suatu benda adalah benda itu sendiri, tak mungkin yang lain. Dan jika di simbolkan akan berbunyi “A adalah A, tak mungkin B”. Jadi arti yang benar dari suatu benda adalah sama selama benda itu dibicarakan atau dipikirkan. Kita tak boleh merubah atribut-atribut dari benda itu sendiri, karena jika kita merubah atribut-atribut itu sendiri berarti konsep dari benda itu pun akan berubah pula.[5]
segala sesuatu itu identik dengan dirinya sendiri. Itu yang menjadi identitasnya. A=A. [6]
prinsip tersebut berbunyi: Whattehver is, is (A is A:A cat is cat) atau any statement is true, then it is true. Aksioma pertama tersebut bunyi hukumnya adalah “suatu itu adalah suatu itu” atau “sesuatu itu adalah dirinya sendiri” atau “A=A”. “A” adalah merupakan variabel yang dapat diisi oleh sembarang konstanta. Turunan atau konstanta dari variable “A” misalnya dapat berbunyi “Aku” maka akan berlaku: adalah “Aku” adalah “Aku” atau “Aku” adalah diriku dari prinsip diatas dapat diambil contoh seperti Allah SWT sebagai tuhan sangat berbeda dengan tuhan-tuhan lain selain dirinya. Jadi dari contoh ini kita dapat simpulkan bahwa Allah sebagai tuhan ummad islam tidak sama dengan tuhan orang Hindu, Buda, Kristen dan lain-lain.
prinsip ini menyatakan bahwa benda itu adalah benda itu sendiri, tidak mungkin benda yang lain. Prinsip ini dapat disimbolkan A=A. Dalam aktivitas berpikir, apabila suatu konsep telah ditentukan, maka ia tidak boleh dirubah lagi, selama konsep itu dijadikan pijakan, sehingga tidak akan menimbulkan kekeliruan dalam menyimpulkan. Dengan kata lain, prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada kebenaran apabila di dalamnya mengandung pertentangan.[7]

A.2. Makna Pincipium Contradiktionis (Prinsip Kontradiksi/Pembatalan)
adalah aturan yang menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu itu pada waktu yang sama adalah sesuatu itu dan bukan sesuatu itu. Maksudnya: mustahil sesuatu itu adalah hal satu dan bertentangan pada waktu yang bersamaan.
Contoh pelanggaranhukum kontradiksi adalah paradoks pembohong:
Bambang mengatakan bahwa semua lelaki adalah pembohong.
Rangkaian premis berikut akan tiba pada dua konklusi yang bertentangan:
·         Jika yang dikatakan oleh Bambang benar, maka ia bukan pembohong.
·         Jika apa yang dikatakan Bambang (bahwa semua lelaki adalah pembohong) tidak benar, maka ia pembohong.
·         Konklusi pertama: jadi Bambang adalah pembohong dan bukan orang jujur.
·         Jika apa yang dikatakan Bambang tidak benar, maka ia adalah pembohong.
·         Jika ia pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
·         Bambang adalah laki-laki, sehingga jika apa yang dikatakannya tidak benar, berarti Bambang adalah orang jujur.
·         Konklusi kedua: Jadi Bambang adalah orang jujur dan bukan pembohong.[8]
prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga. Prinsip eksklusi tertii berbunyi : ”sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Dengan kata lain : “sesuatu x mestilah p atau non-p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari prinsip ini ialah dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya, sifat p atau non-p. Seorang filsuf Jerman Leibniz menambah satu prinsip yaitu prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis), yang berbunyi: “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain: “adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu”. (Noor Ms Bakry,1983).
Tidak mungkin sesuatu itu memiliki sekaligus tidak memiliki sifat tertentu. Mustahil ada sesuatu yang seperti itu. Tidak mungkin A = B sekaligus A≠B.
Hukum ini menyatakan bahwa dua sifat yang berlawanan tidak mungkin ada pada suatu benda pada waktu dan tempat yang sama. Atau jika kita analogikan, “meja itu berwarna hijau  dan pasti berwarna hijau”, tidak mungkin berbunyi “meja itu hijau dan tidak berwarna hijau”, atau contoh yang lain nya, “benda itu bentuknya besar dan kecil”.
 Hukum Jalan Tengah (Law of Ecluded Middle).
Sekilas, prinsip atau hukum ini terlihat sama. Hukum Jalan Tengah menyatakan bahwa dua sifat yang berlawanan tidak mungkin dimiliki satu benda, hanya satu sifat yang bisa dimiliki oleh suatu benda.
Contoh, “A” harus “B”, atau “tidak B”.
Pada hukum kontradikisi, dua sifat tidak mungkin benar pada suatu benda, salah satunya haruslah bernilai salah. Dan pada hukum penyisihan jalan tengah, du sifat yang berbeda tak mungkin bernilai salah pada suatu benda, salah satunya harus ada yang bernilai benar.
Jadi, jika kedua prinsip ini digabungkan, maka kebenaran salah satu dari dua hal yang berkontradikisi, menunjukan kesalahan yang lainya dan kesalahan yang satu menunjukan kebenaran yang lainya.[9]

A.3 Makna Pincipium Exclusi Tertii (Prinsip Eksklusi Tertii)
Prinsip eksklusi tertii  menyatakan bahwa "sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu   atau   bukan   hal  tertentu   maka   tidak   ada   kemungkinan   ketiga   yangmerupakan jalan tengah". Prinsip eksklusi tertii menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya sifat p atau non p. Demikian juga dalam penalaran himpunan dinyatakan bahwa di antara 2 himpunan yang berbalikan tidak ada sesuatu anggota berada di antaranya, tidak mungkin ada sesuatu di antara himpunan H dan himpunan non H sekaligus.Prinsip ketiga ini memperkuat prinsip identitas dan prinsip nonkontradiksi, yaitu dalam  sifat yang konsisten tidak ada kontradiksi di dalamnya, dan  jika  ada[10]
Dari prinsip ini mengatakan bahwa antara pengakuan dan pengi gkaran kebenarannya terletak pada salah satunya. Pengakuan dan pengingkaran merupakan pertentangan mutlak, karena itu disamping tidak mungkin benar keduanya juga tidak mungkin salah keduanya. Mengapa tidak mungkin salah kedua-duanya? Bila pernyataan dalam bentuk positifnya salah berarti ia memungkiri realitasnya, atau dengan kata lain realitas ini ertentangan dengan pernyataanya. Dengan beegitu maka pernyataan berbentuk ingkarlah yang benar, karena inilah yang sesuai dengan realitas. Juga sebaliknya, jika pernyataan ingkrnya salah, berarti ia mengingkari realitasnya, maka pernyataan positifnya yang benar, karena ia sesuai dengan realitassnya. Pernyataan kontra diktoris kebenarannya terdapat pada salah satunya (tidak memerlukan kemungkinan ketiga). Jika kita rumuskan, akan berbunyi “suatu proposisi selalu dalam keadaan benar atau saal”.[11]
Pasti sesuatu itu memiliki atau tidak memiliki sifat tertentu. Sesuatu itu bersifat demikian atau tidak deikian. Tidak ada kemungkinan lain. A = B atau  A ≠ B. tidak ada kemungkinan lain.

A.4. Makna Pincipium Rationis Sufficientis (Prinsip Cukup Alasan)
Hukum ini sebenarnya adalah hukum tambahan dari hukum identitas.
Hukum ini mengatakan, “jika ada sesuatu kejadian pada suatu benda, hal itu harus mempunyai alasan yang cukup. Demikian juga jika ada perubahan pada suatu benda itu”.
Contoh, “air membeku”, air membeku karena adanya suhu dibawah titik beku disekitar air itu, dan suhu itu bertahan dengan waktu yang cukup lama untuk membekukan air tersebut.
Kenapa hukum ini merupakan hukum tambahan dari hukum identitas? Karena secara tidak langsung, hukum ini menyatakan bahwa suatu benda haruslah tetap, tidak berubah. Adapun jika ada perubahan/penambahan, harus ada sesuatu yang mendahuluinya, yang cukup untuk menyebabkan perubahan tersebut.
Selain itu, pemikiran Aristoteles itu radikal.
sang guru “Plato”, mengatakan bahwa Realitas tertinggi adalah apa yang kita pikirkan. Sedangkan menurut Arristoteles, Realitas tertinggi adalah apa yang diterima oleh indra kita.
aristoteles pun tidak menyangkal pendapat Plato yang menyatakan, bahwa manusia memiliki ide/akal bawaan sejak Ia lahir. Namun, menurut Aristoteles, yang membuat manusia itu berbeda dengan mahkluk lainya adalah karena akal itu sendiri
prinsip keempat ini dapat dianggap sebagai penegasan dari prinsip pertama sebagaiman terurai, menurut prinsip identitas setiap sesuatu itu identik dengan dirinya sendiri, nah dalam realitas kita kadang melihat proses perubahan, contoh daun asalnya hijau berubah kuning kemudian menjadi coklat, nah bagaimana penjelasan perubah tersebut? Maka prinsip alasan yang mencukupi menatakan bahwa jika sesuatu berubah maka harus ada alasan yang mencukupi yang dapat menerangkan prubahan tersebut. Misalnya, sebuah benda jatuh kebumi karena ditarik oleh gaya tarik bumi dan benda lain kebetulan tidak ada benda yang menahannya.[12]
Ada dua cara berfikir yang dapat untuk mendapat pengetahuan baru yang benar, yaitu melalui metode induksi dan metode deduksi.
Induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas di akhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Seperti:
Besi dipanaskan memuai
Seng dipanaskan memuai
Emas dipanaskan memuai
Timah dipanaskan memuai
Platina dipanaskan memuai
Jadi: semua logam jika dipanaskan memuai.
Cara penalaran ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat berfikir secara ekonomis. Meskipun exsperimen kita terbatas pada beberapa kasus individual, kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih umum tidak sekedar kasus yang menjadi dasar pemikiran kita. Untuk mendapatkan pengetahuan bahwa: semua logam memuai bila dipanaskan, kita tidak usah membuat penyelidikan terhadap setiap logam, tetapi cukup sebagian dari padanya. Kedua, penyataan yang dihasilakan melalui cara berfikir induksi tadi memungkinkan proses penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupaun secara deduktif. Secara induktif kita dapat menyimpulkan pernyataan tadi kepada pernyataan yang lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tadi dari pernyataan “semua logam jika dipanaskan memuai”, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua benda memuai bila dipanaskan.
Deduksi adalah kegiatan berfikir merupakan kebalikan dari penalaran induksi. Deduksi adalah cara berfikir dari pernyataan yang bersifat umum, menuju kesimpulan yang bersifat khusus. Seperti:
Semua logam bila dipanaskan, memuai
Tembaga adalah logam
Jadi tembaga bila dipanaskan, memuai.
Dengan penalaran induktif kita mendapat pengetahuan bahwa semua logam bila dipanaskan memuai. Dengan penalaran deduktif kita mendapat pengetahuan yang terpercaya, bahwa tembaga bila dipanaskan memuai, meskipun pengetahuan ini kita dapatkan tidak melalui penelitian terlebih dahulu. Inilah keuntungan cara berfikir deduktif. Jadi antara penalaran induksi dan deduksi mempunyai hubungan sangat erat. Mula-mula orang menggunakan penalaran induktif untuk mendapatkan pernyataan yang bersifat umum. Pernyataan umum ini menjadi dasar pemikiran deduksi. Dengan deduksi kita dapat mengetahui pengetahuan baru yang dicakup oleh pernyataan induktifnya.
Pengetahuan yang benar dapat menggunakan dua metode ini secara cermat dan kritis. Pengembangan pengetahuan semata-mata menggantungkan penalaran induksi akan sangat lambat dan boros. Sebaliknya deduksi meminta jasa induksi dalam menggunakan dasar pemikirannya.[13]

 PENUTUP
Seperti  telah  diuraikan  sebelumnya  bahwa  tugas  logika  adalah
meneropong  berpikir  dan  mencoba  menerangkan  bagaimana  manusia dapat berpikir dengan semestinya atau boleh juga dikatakan bagaimana manusia  dapat  berpikir  lurus.  Kelurusan  berpikir  itu  diharapkan  dapat mencapai  kebenaran.  Namun,  bukanlah  tugas  logika  untuk  menelaahsoal kebenaran
Kemampuan  berpikir  kritis  sangat  diperlukan  dalam  mendapatkan pengetahuan.  Pengetahuan,  terutama  ilmu,  didapatkan  lewat  metode ilmiah.  Metode  ilmiah  merupakan  ekspresi  mengenai  cara  be kerja  pikiran. Dengan  cara  bekerja  ini  pengetahuan  yang  dihasilkan  diharapkan mempunyai  karakteristik  tertentu  yang  diminta  oleh  pengetahuan  ilmiah, yaitu  rasional    dan  teruji.  Agar  pengetahuan  ilmiah  itu  mempunyai karakteristik rasional dan teruji, maka metode ilmiah menggabungkan cara berpikir  deduktif  dan  cara  berpikir  induktif  dalam  membangun  tubuh pengetahuannya.
Prinsip-prinsip logika sebagaiman kita telah ketahui bersama merupakan asal/pangkal dari mana sesuatu itu muncul dan dimengerti. Prinsip-prinsip logika adalah pengetahuan dimana pengetahuan lain muncul dan dimengerti. Kapasitas prinsip ini bagi keseluruhan berfikir adalah mutlak,  dan salah benarnya suatu pemikiran tergantung terlaksana tidaknya prinsip-prinsip ini. Ia adalah dasar daripada pengetahuan dan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Ajang .Logika Praktis, Malang: Bayu Media & UMM Press, 2003.
Husni, Muhammad. Pengantar Logika, Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1988.
Molan, Beyamin.  logika:ilmu dan seni berfikir kritis, Jakarta: indeks, 2014.
Mundiri, logika, jakarta: rajawali pres, 2012.





[1] Mundiri, logika, (jakarta: rajawali pres, 2012), hlm. 8.
[4] Mundiri, logika, (jakarta: rajawali pres, 2013), hlm.9-11.
[6] Beyamin Molan, logika:ilmu dan seni berfikir kritis, (jakarta: indeks, 2014), hlm. 153.
[7] Muhammad Husni, Pengantar Logika, (Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1988), hlm. 50-51.
[8] https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_kontradiksi. di akses tanggal 6 april 2016.
[11] Mundiri, Logika, (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), hlm. 12.
[12] Ajang Budiman, Logika Praktis, (Malang: Bayu Media & UMM Press, 2003), hlm. 26.
[13] Mundiri, Logika, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), hlm.14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar